Bukan rahasia lagi kalau banyak perempuan cenderung menyukai bad boys. Mungkin ini efek kebanyakan nonton film dan baca novel, tapi entah kenapa, mau nggak mau, pasti banyak yang mengakui bahwa bad boys itu menarik. Lihat aja berapa banyak film Hollywood yang mengedepankan cowok-cowok bandel dan membuatnya terlihat menarik. Perempuan ingin bersama mereka, dan laki-laki ingin menjadi mereka.
Sebenarnya, saya yakin mayoritas perempuan bisa mengetahui apakah laki-laki di depannya termasuk bad boys atau nggak. Tapi kadang mengetahui hal tersebut nggak membuat perempuan berhenti untuk menyukai si bad boys.
Jawaban dari pertanyaan mengapa perempuan menyukai bad boys, mungkin bisa dibagi menjadi dua: karena mereka menganggap lelaki biasa itu membosankan (makanya mencari tantangan) dan kedua, mungkin ini adalah masalah ego.
Berharap mengalami petualangan
Yang namanya bad boys pasti berani mengambil risiko (risk taker). Nggak ada dalam kamus bad boys menghabiskan malam dengan minum susu cokelat hangat sambil menonton televisi. Mereka mungkin sibuk bergaul di luar, flirting sana-sini, atau bahkan melanggar hukum kecil-kecilan.
Bad boys juga nggak bisa diprediksi, dan sejujurnya akan sangat menyenangkan menghabiskan waktu dengan orang yang sering memberikan kejutan kepada kita. Kalau menghabiskan waktu terus menerus dengan orang yang sikapnya kaku mengikuti aturan, lama kelamaan pasti bosan. Lagi pula, kita cenderung untuk menghargai lebih hal-hal yang susah kita dapatkan dibandingkan yang mudah didapat.
Bersama bad boys itu tantangan, dan bersama mereka rasanya hidup itu kayak main judi. Kalau menang, rasanya hadiahnya luar biasa. Hidup jadi lebih menyenangkan, walaupun emosi seperti sedang naik rollercoaster: naik turun dengan cepat. Safe is no fun.
Ego dan keyakinan bahwa kita bisa ‘menjinakkan’ mereka
Dari semua hal yang menarik dari bad boys, yang terlihat paling menggoda adalah harapan bahwa kita bisa mengubah mereka. Memang sih, pada dasarnya perempuan itu memiliki karakter ‘penyelamat’, bawaannya ingin memperbaiki apa yang menurut kita nggak pada tempatnya dan bisa diubah menjadi lebih baik. Perempuan ingin menjadi game changer, yang bisa berkata kepada setiap orang bahwa, ‘dia berubah karena saya, lho....’ Dan ini adalah masalah ego.
Tapi, tahu nggak, ladies? Orang hanya berubah kalau dia mau berubah. Kita bisa menjadi pemicunya—tapi nggak akan pernah terjadi kalau dia sendiri nggak pernah mau itu untuk terjadi.
Kalau dia nggak berubah namun kita tetap ingin bertahan, mengenyampingkan ketertarikan di awal—lama kelamaan pasti kita akan capek. Percayalah. Siapa juga yang sanggup bertahan dengan kekhawatiran dan kemungkinan konflik/masalah yang terus menerus? Walaupun kita senang naik rollercoaster, kalau nggak berhenti-berhenti pasti akan muak.
Semakin kita dewasa, kita akan semakin sadar bahwa bukan saatnya lagi kita naik rollercoaster, mungkin ini saatnya kita naik komidi putar. Akan tiba saatnya kita butuh laki-laki yang bisa diandalkan. Yang aman. Dan bukan si pembuat masalah. Karena banyak perempuan yang harus belajar dengan cara yang nggak enak untuk menyadari bahwa bad boys yang tidak mau berubah, adalah pasangan buruk.
Semoga kita tidak mengalaminya.
sumber : yahoo!!! she...
satu-satunya kegiatan yang menyenangkan buatku adalah menulis. lari dari kehidupan sebenarnya.. mengumpat dibalik semua imajinasi yang berkembang dalam otak... menyalurkannya dalam sebuah kata...
Thursday 10 October 2013
Wednesday 11 September 2013
Mr. Independent BAB TIGA
Hasby
menjatuhkan diri dikursi kayu didepan kanvasnya dan mengernyit merasakan sakit
ditulang belakangnya yang menyentuh bangku kayu cukup keras. Luapan amarah
masih bergemuruh dihatinya. pikirannya masih dilingkupi oleh hawa panas yang
terasa membakar otaknya. Berani-beraninya
dia . ia menarik nafas panjang saat merasakan butir-butir peluh membasahi
wajahnya. Ia mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih.
Sebelumnya
belum pernah ada orang yang mengusiknya seperti anak baru itu. ia berjanji
tidak akan pernah membiarkan anak baru itu mengganggu hidupnya lagi. Setelah
nafasnya mulai beraturan ia melirik ke kanvasnya. Menatap sosok gadis cantik
yang begitu sempurna. Wajahnya, senyumnya, suarannya, wanginya, masih begitu
melekat dalam ingatan hasby. Begitu hangat hingga akhirnya matanya menyalang
tajam. Ia menekan kepalan tangannya ke kanvas itu hingga menembus kanvas itu,
tidak cukup sekali ia melakukan berulang kali hingga kanvas itu hancur tak
bersisa. Ia berdiri dari kursinya dan menendang penyanggah kanvasnya hingga
terjatuh kelantai. Ia menelan ludah dan menarik nafas sebentar lalu menguatkan
hati untuk pergi dari ruangan itu. meninggalkan lukisan itu dengan keadaan
mengenaskan. Lukisan yang ia buat selama berminggu-minggu. Lukisan yang sudah
begitu banyak menguras waktunya. Dan sekarang ia hancurkan begitu saja.
***
Siska
menengguk air mineral yang langsung dibelinya saat sampai dikantin, sedangkan
sita hanya diam sambil memegangi pergelangan tangannya yang memerah. “sorry ya
ta, gue ga tau kalo ada hasby disana.” kata siska saat berhasil menghabiskan
setengah botol dan langsung menatap sita penuh penyesalan. “cewe yang tadi
siapa ya sis?” sita bertanya sambil berfikir mencoba mengacuhkan permohonan
maaf siska.
“waah…
bener-bener lo ya. Udah dibentak-bentak gitu. Masih aja bisa penasaran.” Siska
mengerutkan kening sambil geleng-geleng kepala. Mencoba mencari akal supaya
sita tidak lagi berurusan dengan hasby.
“siapapun
dia, gue ga peduli dan sebaiknya lo juga ga peduli. Lo liat kan ta gimana
marahnya hasby tadi?” siska sekali lagi berusaha mengingatkan sita bagaimana
amarah hasby tadi. Sita menatap siska sambil tersenyum. Dan lagi-lagi membuat
siska menaikkan alis.
“menurut
lo lukisan hasby tadi itu sosok nyata atau Cuma imajinasi dia aja?”
“lo
bener-bener suka sama dia ya ta?” siska melirik pergelangan tangan sita yang
memar akibat cengkraman hasby beberapa menit lalu.
“gue
ga papa kok sis.” Katanya mencoba meyakinkan siska kalau memar ditangannya sama
sekali bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan walau sebenarnya ia membohongi
siska. Cengkraman hasby tidak hanya membuat pergelangan tangannya merah tapi
juga meninggalkan rasa nyeri disana. saraf-sarafnya menegang sehingga terasa
sakit kalau digerakkan.
“jawab
pertanyaan gue ta, lo suka sama hasby?” siska menatap mata sita dalam-dalam.
Mencoba mencari kebenaran disana. dengan acuh sita mengangkat bahu lalu
beranjak untuk membeli minum. ia kembali dan langsung menyeruput soft drinknya
hingga tersisa setengah.
“gue
kan udah pernah jawab.” Sita menatap pandangan siska dengan skeptis.
“penasaran?
dan masih penasaran setelah liat dia marah kaya gitu?” sekali lagi ia melirik
pergelangan tangan sita dan secepat itu juga sita menutupinya dengan tangan
yang satunya.
***
Hasby
membuka pintu kamarnya dan menimbulkan bunyi berderit cukup keras. Ia melempar
tas keatas meja belajarnya lalu menjatuhkan diri ke ranjang bersprei berwana
putih itu dengan sepatu yang masih menghiasi kakinya. Pikirannya melayang ke
kejadian tadi pagi. Dan seketika itu juga api amarah terasa membakar seluruh
tubuhnya. Diingatnya wajah sita yang berbinar penuh keingin tahuan saat melihat
lukisannya.
Tok..tok..tok… suara itu berhasil membuyarkan pikirannya.
Setelah mendengar suara mamanya ia menyahut dan mempersilahkan masuk. Setelah
pintu terbuka ia mendudukkan diri di ranjangnya sambil menatap wanita muda
masuk ke kamarnya.
“kamu
baru pulang?” mamanya duduk disamping ranjang dan menatap wajah tampan anaknya.
Hasby mengangguk sambil membuka blazer sekolahnya dan menyampirkannya ke kursi
belajar yang tak jauh dari sana dengan sembarang.
“tadi
di mall mama ketemu vi….” Hasby berdehem cukup keras sebelum mamanya berhasil
menyelesaikan kata-katanya. Seakan ia tidak mau nama itu terdengar olehnya. Air
muka hasby langsung berubah ,Tapi ia hanya diam, tidak mengatakan sepatah kata
pun.
“kamu
udah ngelupain dia kan sayang?” hasby sebenarnya ingin berteriak tidak… ia
masih mencintai dan menyayangi wanita itu, ia masih berharap semuanya bisa
kembali seperti dulu, tapi akhirnya ia menarik nafas panjang dan mengangguk
dengan mantap. Mencoba meyakinkan mamanya kalau ia baik-baik saja.
“hasby baik-baik aja ma.” Katanya
lagi saat mendapati tatapan mata mamanya yang masih diliputi keraguan. Mungkin
ia memang tidak bisa menyembunyikan apapun dari mamanya tapi ia tidak mau
melihat mamanya terlalu mengkhawatirkannya. Toh, ini Cuma masalah anak muda
biasa dan mungkin dirinya yang terlalu melebih-lebihkan.
***
Sita memberanikan diri membuka gagang
pintu putih itu. setelah terbuka bau khas langsung menyengat hidungnya. Ia
menatap keindahan yang terlihat disekelilingnya. Perpaduan warna yang begitu
cantik. Ia mengelilingi ruangan itu, menelik satu-persatu lukisan yang ada
disana. mulai dari yang terpajang didinding sampai yang digeletakkan menyandar
ditembok juga yang masih kokoh dipenyanggah dan menanti untuk diselesaikan.
Semuanya indah tapi bukan itu yang
ia cari. Ia terus mengelilingi ruangan hingga akhirnya matanya berhenti dipojok
ruangan. Kesebuah kanvas yang sudah tak berbentuk dan dibiarkan tergeletak
seperti sampah. Perlahan ia bergerak menghampiri apa yang menjadi objek
tatapannya beberapa detik lalu.
“kenapa ancur begini?” ia mengambil
kepingan kanvas itu agar bisa melihat kembali lukisan hasby. Dan sekali lagi
terpana akan kejeniusan hasby dalam hal yang satu ini. wanita dalam lukisan itu
terasa begitu nyata dan begitu hidup.
***
“wahai pria tampan yang ada didalam,
buruan keluar donk. Gue udah telat nih.” Seorang wanita berteriak nyaring dan
langsung memekakaan telinga hasby yang sedang memasang dasinya didepan cermin.
“berisik banget sih, mobil lo
kemana?” katanya sambil menarik bagian segitiga dasinya ke ujung kerah.
“masuk bengkel sayaaaaang. Hadeh..
buruan deh, gue ada kuis pagi ini tau.” Katanya kesal sambil terus
menggedor-gedor pintu kamar hasby.
“iyeeh baweeeel.” Hasby membuka
pintu dan melihat wanita dengan kaos putih dan blazer coklat juga blue jeans.
Sepersekian detik setelah hasby menampakkan diri wanita itu langsung menarik
tangan hasby menuju ruang makan.
“makannya dijalan aja.” Wanita itu
tersenyum kepada mama hasby dan akhirnya tertawa melihat hasby yang menaikkan
sebelah alisnya. “lo pikir gue kuda makan sambil jalan.” Katanya sambil
menyeruput susu hangatnya. “hasby… kalo gue ampe telat gue ga mungkin bisa ikut
kuis. Dosen yang ini tuh killer banget tau.” Katanya was-was sambil menatap
hasby yang terlihat begitu menghayati susu hangatnya seakan sengaja
memperlambatnya. “lo kan bisa naek taxi.” Hasby menaruh gelas kosongnya diatas
meja makan. Dan mulai memilih roti tawar yang ada dimeja makan. “kan ada elo,
ngapain naek taxi. Bareng lo kan ketauan gratis.” Katanya sambil menarik tangan
hasby tepat saat hasby berhasil mengambil dua lembar roti tawar dan siap
memasukkan ke mulutnya. “tante, via duluan yaa.” Teriaknya sambil menjauh dari
ruang makan sedangkan hasby hanya mengikuti arah tangannya sambil berusaha
menelan roti yang sudah terlanjur masuk ke mulutnya.
“woy, kalo gue mati keselek gimana.”
Katanya setelah sampai digarasi dan dengan susah payah berhasil menelan hingga
melewati tenggorokkannya. Setelah puas mengomel hasby mulai menjalankan
motornya membelah kemacetan ibukota menuju salah satu universitas negeri
dijakarta. “ntar ga usah jemput gue, gue bareng temen gue aja.” Hasby yang
diajak bicara mengerutkan dahi. “idiih.. lagian siapa juga yang jemput lo.
Kerajinan.” Katanya sambil tertawa menampakkan deretan gigi putihnya.
***
Sita mengerutu saat mendapati tinta
pulpennya habis ditengah-tengah ujian fisika. Ia melirik kearah hasby yang
sedang serius dengan lembar jawabannya. Lalu menelan ludah saat mengetahui
kalau hasby tidak mungkin bisa dimintai bantuan. Ia meraih tempat pensilnya dan
mencoba pulpen yang masih ia simpan disana, tapi naasnya semuanya habis. Inilah
kebiasaan buruknya, selalu menyimpan barang yang tidak berguna dan akhirnya
malah menyusahkannya. Ia beralih ke tasnya dan mengorek-orek berharap masih ada
keajaiban disana. tapi akhirnya ia mendengus saat mendapati usahanya nihil.
Sekali lagi ia melirik kearah hasby
dan berfikir tidak ada salahnya mencoba.
“by, boleh pinjem pulpen gak?”
katanya sambil berbisik berusaha tidak mengganggu ketenangan yang sedang
tercipta dikelas itu. tanpa menoleh hasby berkata cepat. “nggak”
Sudah sita duga, selain jutek hasby
juga pelit. “pelit ih.” Katanya refleks dan pelan tapi cukup terdengar jelas
ditelinga hasby. “kalau gue juga Cuma punya satu, gimana gue mau minjemin lo. Mending
lo beli dikoprasi sana, ada dilorong sebelum kantin.” Katanya sambil
mengeluarkan selembar uang sepuluh ribuan dan meletakkannya dimeja depan sita. Membuat
sita menaikkan alis. Apa maksudnya niih .
katanya dalam hati.
“makasih atas bantuan materilnya,
tapi gue ga butuh.” Katanya sambil menggeser uang itu kemeja hasby dan beranjak
dari tempat duduknya. Sepanjang perjalanan ke koperasi ia sibuk menggerutu
dalam hati tidak menyangka kalau hasby bisa melakukan tindakan seperti itu. dia pikir gue semiskin itu apa? Setelah sampai
dikoperasi ia membeli setengah lusin pulpen sekaligus untuk cadangan. Juga sebagai
ajang balas dendam pada hasby akibat merendahkannya tadi. Ia tertawa sendiri
membayangkan reaksi hasby nanti. Setelah
mengambil kembalian dari pria paruh bawa penjaga koperasi ia kembali ke kelas
dan langsung melanjutkan ujiannya agar tidak kehilangan banyak waktu. Setelah bel
berbunyi ia lekas maju untuk mengumpulkan lembar ujiannya begitu juga anak-anak
yang lain.
“niih by, buat lo.” Katanya sambil
menaruh tiga buah pulpen dimeja hasby, membuat hasby menoleh dengan tatapan
bingung. “lo kan ga punya pulpen cadangan.” Sita berusaha menjelaskan maksud
dan tujuannya.
“gue emang ga punya pulpen cadangan
tapi gue masih punya cukup uang.” Katanya jutek sambil beranjak dari kursinya,
menghilang entah kemana padahal masih ada satu mata pelajaran lagi sebelum
istiahat.
Sita tersenyum melihat raut wajah
hasby yang terlihat kesal, tidak.. ia sebenarnya ingin tertawa keras. Rasain lo.. emang enak… kutuknya dalam
hati.
Beberapa menit setelah ibu andien
sang guru matematika masuk hasby menyusul dan langsung duduk disampingnya. Sita
masih belum bisa menyembunyikan senyumnya bahkan saat guru itu mulai menjelaskan
angka-angka dipapan tulis ngalor-ngidul.
“sita… are you okay??” sita langsung
menatap wajah bu andien sambil mengangguk pelan. Ia pikir semuanya sudah
selesai tapi ternyata tidak. Bu andien menyuruh sita mengerjakan satu dari tiga
soal dipapan tulis. Mati gue… makinya
dalam hati. Sita tidak bisa dibilang bodoh tapi jujur ia paling benci dengan
pelajaran ini dari dulu. Terus gimana menjawab bahkan sedari tadi ia tidak
pernah tau bu andien menjelaskan apa.
Dengan gemetar ia beranjak dari
kursi dan mengambil spidol dari tangan bu andien lalu menatap papan tulis. Wajahnya
mulai pucat melihat angka-angka dengan pangkat kuadrat dipapan tulis. Perlahan ia
mulai membaca catatan bu andien yang masih ada di papan tulis sebelah kiri
atas, berharap mendapat jawaban dari sana. “siapa yang bisa mengerjakan nomor
dua?” bu andien bersuara kembali dan sama sekali tidak membantu sita.
Sita membulatkan matanya saat
melihat hasby berdiri disampingnya dan dengan sepertinya dengan mudah
mengerjakan soal itu, ia tidak Cuma mengerjakan soal nomer dua tetapi juga soal
nomor tiga. Kerjain soal gue juga dong sita
berteriak dalam hati sambil menampakkan wajah memelas membuat hasby tersenyum
sinis kearahnya. hasby sialan. Sita mengatai
hasby saat mendengar hasby berkata “selamat berjuang” dan dengan enteng
meninggalkan sita yang masih menjadi tontonan gratis semua penghuni kelas. Sita
sempat mendengar ada suara cekikikan yang mungkin mentertawakan kebodohannya.
“sita.” Suara bu andien menyedarkan
sita dari lamunan panjang yang tidak menghasilkan apa-apa. “saya ga ngerti bu.”
Jawabnya jujur. “duduk. Lain kali kalau saya sedang menjelaskan tolong
diperhatikan ya.” Guru itu mengulurkan tangannya dan mengambil spidol dari
tangan sita. Sita tersenyum sambil mengangguk lalu kembali ke mejanya.
“payaah.. soal kaya gitu aja gak
bisa.” Suara hasby membuat sita menoleh dengan geram. Menahan diri untuk tidak
mencolok mata tajam hasby dengan jari-jarinya
***
“pak..pak berhenti pak.” Sita membuka
kaca gelap mobilnya dan terpaku melihat seseorang yang sedang bermain basket
dilapangan belakang sekolah. setelah memberi instruksi supirnya agar pulang
duluan ia turun dari mobil dan menghampiri lapangan basket yang berada ditengan
sebuah taman hijau itu.
Hasby berdiri ditengah-tengah
lapangan dengan sebuah bola besket ditangannya. Beberapa kali ia mencoba
melempar bola oranye itu ke ring tapi gagal. Sita tersenyum “payaah, gitu aja
ga bisa.” Ia setengah berlari dan merebut bola basket dari tangan hasby. Mendribblenya
dua kali dan dalam satu gerakan melemparkan ke ring dan tepat sasaran.
Ia tersenyum puas melihat hasby
hanya menatapnya tanpa ekspresi. “baru bisa maen basket ya? Gitu aja bangga.” Hasby
berjalan kepinggir lapangan. Mengambil ranselnya yang tergeletak disana dan
mulai menjauh dari pandangan sita. Sita masih berada ditengah-tengah lapangan
dan memperhatkan hasby yang mulai menghilang. Ia sama sekali tidak berniat
mengejar laki-laki itu.
untuk
masalah yang satu ini sita bisa dibilang berbakat. Sejak SMP Ia selalu menjadi
anggota tim basket dan kemampuannya dalam memainkan bola oranye itu tidak perlu
diragukan lagi.
Suara
dering handphone mengembalikan sita ke alam nyata. Ia melihat wajah siska
menghiasi layar ponselnya. Dan akhirnya ia baru ingat kalau ia ada janji untuk
pergi ke toko buku. “ta, lo dimana? Gue udah ditoko buku nih.” Siska langsung
menyerocos saat sita mengangkat telpon genggamnya. “gue masih dibelakang
sekolah, gue langsung kesana niih.” Katanya setengah berlari menuju jalan besar
untuk mencari taxi.
***
“ampun deh ya, lo itu naek
odong-odong yaa. Lama amat nyampenya. Gue ama ricky hampir lumutan nih.” Omel siska
saat melihat sita menghampirinya. Sita tertawa melihat siska mengerucutkan
bibirnya. Agak keterlaluan memang, karena sita yang minta diantar siska ke toko
buku tapi malah membiarkan ia dan ricky menunggu lama karena ia tidak bisa
menahan diri untuk mengalihkan pandangannya ke hasby yang sedang asik sendiri
dilapangan basket.
“ricky
mana?” sita melihat kebelakang siska, mencoba mencari keberadaan ricky.
“dia
lagi asik maen di fun world.” Mereka akhirnya masuk kesebuah toko buku di mall
itu. sita berniat membeli beberapa buku yang ia butuhkan untuk sekolah barunya
sedangkan siska malah sibuk ke rak novel.
“ga
usah beli buku banyak-banyak ta, kaya dibaca aja.” Siska menghampiri sita
dengan sebuah tas plastik tempat buku-buku yang akan dibelinya.
“biar
ga dibaca tapi harus punya, lo tau sendiri kalo hasby pelitnya minta ampun.” Siska
terdengar tertawa kecil saat sita menampakkan wajah jengkel saat menyebut nama
hasby.
“heyy..
wanita-wanita rumpi.. udahan belom? Kagak pada inget rumah apa ya?” suara itu
berhasil membuat kedua wanita itu menoleh kearah datangnya suara secara
serempak. Ricky berada tak jauh dari tempat mereka berdiri, seragamnya sudah kusut
dan wajahnya tampak lelah. Seperti anak kecil yang baru saja bermain dikubangan
lumpur.
“Lo
kenapa ky, muka lu kusut amat?” Tanya sita sambil memasukkan buku terakhir ke
tas plastik yang dipegangnya. “kusut juga masih ganteng kan?” ia tertawa lalu
jalan mendekat. “gue abis adu maen basket sama anak orang.” jawabnya polos
sambil mengambil tentengan dari tangan pacarnya. “biar gue tebak. Lo pasti
kalah.” Sita menyahut sambil berjalan duluan menuju kasir. “gue bukannya kalah,
tapi gue ngalah.” Jawabnya penuh percaya diri, tapi sita justru terkekeh
mendengar jawaban ricky.
BERSAMBUNG KE BAB EMPAT
Thursday 5 September 2013
Mr. Independent BAB DUA
Sita
sampai disekolah saat jam masih menunjukkan 06.05. udara masih begitu segar
saat ia menghela nafas panjang dan angin sejuk memenuhi paru-parunya. Ia
berjalan pelan melewati koridor-koridor menuju kelasnya dan mengedarkan
pendangan kesekeliling. Mencoba memperhatikan sekolah barunya. Sekolah barunya
termasuk sekolah swasta elit kalau dilihat dari bentuk gedung memang lebih
mewah daripada sekolah-sekolah lain. Memiliki fasilitas-fasilitas extra yang
mungkin tidak akan ada disekolah-sekolah lain. Terdiri dari empat lantai yang
dilengkapi dengan lift untuk mencapai tiap lantainya. Dibagian kanan sekolah
ada taman yang cukup luas, hijau dan menawarkan kesejukan untuk mata yang
memandang. Lantai dasar dipergunakan sebagai kantor guru, ruang tata usaha, laboraturium-laboratorium
praktek dan juga lapangan olahraga baik indoor maupun outdoor. Sedangkan untuk
tiga lantai atas sebagai ruang kelas.
Ia keluar dari lift dilantai tiga
dan berjalan menuju ruang kelasnya dan berfikir kalau ia sepertinya datang terlalu
pagi karena sekolah masih sangat sepi. ia masuk kekelasnya dan melihat sosok
hasby sudah duduk rapi dibangkunya. Ia tersenyum lebar dan langsung
menghampirinya. “kemaren gak pulang ya?” ia tersenyum sambil melepas tasnya
dari gelungan pundaknya. Hasby menoleh dan langsung menatap sita tajam.
“lo emang biasa dateng jam segini
ya?”
Suasa hening… beberapa detik berlalu
dan hasby belum juga membuka suara untuk menjawab pertanyaan sita. Lo itu tuli ato apa sih by?? Aneh banget
jadi orang. batinnya
“gak usah sok kenal deh sama gue.
Gue gak suka.” Hasby membanting komik yang sedang dibacanya diatas meja dan
beranjak pergi dari sana. Meninggalkan sita dalam kebingungan yang luar biasa.
“Ini gue yang salah apa emang dianya
yang aneh siih? Perasaan pertanyaan gue wajar deh.” Sita berkata pada diri
sendiri.tapi sesaat kemudian ia tersenyum, membayangkan raut wajah hasby yang
jutek malah membuatnya ingin tertawa. Entah perasaan apa yang menyulut garis
bibirnya hingga mengembang. Dan dihatinya, saat melihat hasby yang muncul
adalah rasa penasaran bukan kekesalan atau yang lainnya. Ia yakin dan percaya
kalau semua sikap hasby yang tidak wajar itu pasti beralasan. Dan entah sejak
kapan ia bertekad untuk mengatahui alasan itu.
***
“sis, lo tau ga sih kenapa hasby itu
bisa sejutek itu?” sita bertanya pada siska saat mereka berada dikantin. Siska
yang sedang larut dengan makanannya mulai tertarik mendengar pertanyaan sahabat
barunya itu. ia lantas melepaskan tangannya dari sendok garpu dan menumpuk
kedua lengannya diatas meja. “udah gerah ya sama sikapnya?” katanya setengah
berbisik. Sita hanya mengangguk seraya membenarkan. Diingatnya sepanjang
pelajaran tadi hasby sama sekali tidak menoleh kearahnya maupun mengajaknya
bicara. Laki-laki itu seakan tidak pernah menganggap kalau sita ada
disampingnya.
Sitapun akhirnya menceritakan
insiden tadi pagi dan membuat siska terbahak, seakan sita baru saya
menceritakan kejadian lucu. Ia mendengus dan pasrah dirinya dijadikan bahan
tertawaan sahabat barunya itu. “kalo lo mau cari aman sama hasby? Satu-satunya
cara ya lo diem. Anggep aja hasby ga ada.” Siska terkekeh dengan kata-katanya
sendiri. Membuat sita mengernyit. “gilo lo, lo pikir gue batu apa.” Jawabnya
lantang walau sebenarnya kalau dipikir-pikir mungkin itu adalah pilihan
terbaik.
“lo tau gak sih kenapa dia bisa kaya
begitu?” saat sita bertanya ricky datang menghampiri mereka dan langsung duduk
disamping wanitanya. Mencoba langsung menatap gadis didepan dan disebelahnya
seakan tidak ingin ketinggalan berita. “ada apa nih, dari jauh keliatannya seru
banget?” dan tanpa basa-basi siska menceritakan semua yang baru saja
diceritakan sita kepada ricky, membuat laki-laki itu tertawa juga.
“haduh.. udah donk.. cariin solusi
kek, malah ngetawain lagi.” Sita merajuk melihat kedua temannya malah sibuk
menertawakan dirinya.
“abis lo lucu ta, udah dibilang
kemaren hasby itu jutek. Malah berani-beraninya nyapa dia.” Ricky terkekeh membayangkan
ekpresi jutek hasby.
“emang dia semenakutkan itu ya?”
sita bertanya tepat saat pesanannya datang. Setelah mengucapkan terima kasih
kepada penjualnya ia langsung mengadu sendok dan garpu dipiringnya.
“lebih dari itu sita. Hasby itu
terkenal dingin banget sama cewe. Lo mau nanya baik-baik juga pasti jawabannya
pasti jutek.” Siska memperhatikan sita yang sibuk dengan makanannya tapi ia
tahu kalau telinga sita pasti masih difungsikan seratus persen.
“pantes aja duduk sendiri. Pasti ga
akan ada yang mau deket-deket sama dia.” Sita masih mengunyah saat mengeluarkan
kata-kata barusan. Membuat siska yang sedang menyeruput soft drinknya
menggeleng cepat. “jangan salah, salah satu cewe paling tajir dan paling
popular disekolah ini justru cinta mati sama dia.” Sita mengernyit dan sesaat
terbersit wajah hasby. Wajah hasby memang tampan, dan sejauh yang ia lihat ia
tampak sempurna secara fisik. Walau pada akhirnya tuhan menunjukkan
keadilannya. Hasby diberi fisik yang rupawan tapi tidak dengan sikap dan
sifatnya.
“kayanya sejauh ini Cuma dia yang
kebal sama hasby. Tapi udah dikejar kaya apa juga hasby mana mau luluh. Lagian
siapa juga mau sama cewe kaya dia.”
“kaya gimana maksud lo?”
“sok berkuasa mentang-mentang orang
tuanya termasuk salah satu donator terbesar disekolah ini. suka berbuat
seenaknya, pokoknya cewe yang super duper nyebelin deh.” Siska menggeram
mengingat sikap cewe yang diceritakannya. Membuatnya terbakar emosi. Dan
seketika itu juga membuat sita terkikik. “lo kayanya punya dendam pribadi ya
sama tu orang?” simpulnya
“gue ga suka aja sama sikapnya yang
sok berkuasa itu. untungya dia minggu ini lagi izin. Kabarnya sih keluar
negeri. Tau deh negeri mana. Gue berdoa sih semoga tu anak nyasar terus ga
balik lagi kesini.” Katanya sambil tertawa membayangkan betapa damainya sekolah
ini kalau keinginannya menjadi kenyataan.
“cewe lo parah banget ky.”. ricky
langsung mengangguk membenarkan. “kalau ngomongin tu orang emang dia selalu
emosi bawaannya.”
***
“pak..pak tolong ikutin motor itu
dulu ya. Tapi agak jaga jarak” Sita menyuruh supirnya membelokkan mobil kearah
berlawanan dengan arah yang seharusnya. Ia melihat hasby dan motornya menikung
tepat didepan mobilnya. Walau hasby memakai helm full face dan jaket yang
menutupi seluruh badannya dari panasnya sinar matahari. Ia yakin karena sangat mengenali ransel hasby.
Atau entah sejak kapan ia mulai memperhatikannya. Dengan patuh, mobilnya kini
mengekori sepeda motor hasby dengan jarak agak jauh tapi masih bisa dilihat.
Motor mewah hasby meluncur mulus
membelah kemacetan Jakarta. Ia mulai masuk kesebuah komplek yang sebenarnya tidak
jauh dari sekolahnya dan masuk kesebuah rumah berplang “SANGAR SENI ANANDA”.
Sita menyuruh supirnya berhenti
lebih dekat lalu membuka kaca mobilnya. Ia melihat hasby memarkirkan motornya
dipelataran sanggar. Beberapa anak disana terdengar menyapa dengan senyum
paling ramah. Hasby terlihat melengkungkan garis bibirnya sambil membuka
jaketnya dan langsung masuk kedalam sanggar.
Itu
orang bisa senyum juga toh. Tapi Buat
apa hasby disini?? Apa dia salah satu anggota disanggar ini?? sita membatin
sambil menyuruh supirnya kembali menginjak gas. Tapi semenit kemudian ia
kembali menyuruh supirnya berhenti karena rasa penasaran kembali menyeruak
dihatinya.
“bapak pulang duluan ya, nanti sita
naik taksi aja.” Katanya sambil turun dari mobilnya. Setelah orang yang diajak
bicara mengangguk mobilnya mulai berjalan meninggalkannya hingga hilang dari
pandangan. Ia kembali mendekati rumah berplang itu dan memperhatikan sejenak.
dari luar gerbang ia dapat melihat dengan jelas beberapa anak yang kemungkinan
usia SMP dan mungkin sebayanya terlihat bergerombol dihalaman sanggar. Setelah
memperhatikan sebentar ia berbalik dan masuk ke sebuah café yang tepat berada
didepan sanggar itu. ia bisa jamin kalau orang yang ada dicafe itu sebagian
adalah anggota disanggar itu karena letak café berada tepat didepan sanggar dan
beberapa dari mereka terlihat memakai kaos yang sama dengan tulisan yang sama
dengan nama sanggar. ia mengedarkan pandangan dan langsung duduk dipojok
ruangangan dekat kaca yang arahnya langsung menghadap kegerbang sanggar. setelah
memesan minum yang sita lakukan hanya memandang kearah gerbang sanggar hingga
akhirnya terdengar suara anak-anak sebayanya yang duduk didepan mejanya.
“ka hasby emang pendiem gitu ya
orangnya?” seseorang yang berambut pendek yang masih berseragam SMP terlihat
bersemangat bertanya dengan dua orang dihadapannya.
“emang gitu, tapi kalo lo udah
kenal. Ka hasby baik kok.” Orang yang berbaju merah menyahut sambil tersenyum.
Sita makin menajamkan telinganya
mendengar nama hasby diperbincangkan.
“tapi aneh ya, ganteng-ganteng gitu
kok ga punya pacar.” Salah seorang yang lain buka suara.
***
Hasby memarkirkan motornya dan
langsung masuk kedalam sanggar. menyapa beberapa anak yang langsung
menyambutnya dengan senyum paling manis. Setelah manaruh tas diruang aula. Ia
bergegas kebelakang sanggar. hanya disini ia bisa tersenyum ramah Karena pada kenyataannya hanya disinilah ia
merasa nyaman. Hanya dirinya, kuas dan kanvas.
Sudah
bertahun-tahun ia menghabiskan waktu ditempat ini. mulai dari menjadi anggota
sanggar lukis hingga sekarang menjadi salah satu pengajar disini. Ia melangkah
menuju gazebo luas tempatnya mengajar. Melihat dari jauh anak-anak yang sudah berkumpul
menunggunya.
Jam menunjukkan pukul 16.50 ia
keluar dari sangar menuju café diseberang untuk membeli minum. sejak keluar
dari sanggar matanya langsung tertuju ke salah satu bangku café yang ditempati
seorang gadis berseragam dan saat mata mereka bertemu gadis itu langsung
menutup wajahnya dengan buku menu.
Hasby masuk kecafe itu dan langsung
memesan jus alpukat favouritnya. Terdengar beberapa anak yang dikenalnya
menyapa ramah. Tapi mata hasby hanya menatap ke pojok ruangan, ke tempat
beberapa menit lalu pandangannya tertuju. Setelah meyakinkah diri bahwa ia
mengenal orang yang duduk disana ia menghampiri.
“ngapain lo disini?” katanya .
sepersekian detik kemudian sita terpaksa menurunkan buku menu yang sedari tadi
menutupi wajahnya. Ia tersenyum melihat hasby dengan wajah datar menatapnya bak
polisi yang menemukan tersangka.
“emang gue ga boleh ada disini.”
Sita membalas tatapan hasby yang semakin tajam
“lo ngikutin gue?” hasby mengingat
mobil yang mengikutinya dari tikungan sekolah menuju sanggar.
“ternyata selain jutek, lo juga
kepedean banget yah. Siapa juga yang ngikutin lo. Inikan tempat umum, suka-suka
gue donk.” Sita tertawa melihat wajah hasby yang mulai menampakkan kebingungan
besar. Hasby masih berdiri ditempatnya sedangkan sita sudah beranjak mendekati
kasir dan setelah membayar minumannya ia keluar dari café diikuti tatapan heran
dari beberapa penghuni isi café.
***
Sita terlonjak dari tidurnya saat
menyadari sinar matahari terasa menyilaukan wajahnya. Ia mengerjapkan mata dan
terperangah melihat jam sudah menunjukkan pukul 06.15. Ia berlari menuju kamar
mandi dan dalam jangka waktu beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar sudah
dalam keadaan rapi. “ma, sita duluan yaa.. udah telat nih.” Ia mencium punggung
telapak tangan ibunya dan mengambil sepotong roti ditangan ibunya. Setelah
mengucapkan salami ia tersenyum melihat ibunya yang geleng-geleng kepala.
“ayo berangkat pak.” Sita menepuk
pungguk supirnya dan hampir saja membuat kopi yang baru diseruput pria paruh
baya itu menyembur. “iya non.” Katanya sambil menghabiskan segelas kopi
miliknya sebelum akhirnya mengikuti sita masuk ke mobilnya.
Dimobil sita sibuk memperhatikan jam
tangannya. Waktu berjalan cepat tapi ia merasa gerak mobilnya lambat karena
macet yang sudah dimulai dijalanan ibukota. Dan mobilnya berhenti mulus didepan
gerbang sekolahnya yang sudah tertutup tepat saat jam menunjukkan pukul 07.20.
ia langsung menghambur keluar dari mobil dan sedikit membanting pintu mobil
sebelum akhirnya berhasil mencapai gerbang.
Untung saja satpam yang baik hati
itu masih memperbolehkannya masuk. Sedetik setelah pintu gerbang terbuka ia
berlari sekuat tenaga menyusuri lorong-lorong menuju lift yang berada di ujung
koridor. Tapi belum sempat ia mencapai lift. Di pertigaan koridor ia menabrak
seseorang hingga jatuh tersungkur. Ia belum mendongkak karena mulai merasakan
lututnya yang terasa panas. “kalo mau main lari-larian jangan disini.
Dilapangan sana.” Suara yang begitu dikenal sita membuatnya terpaksa
menengadahkan kepalanya. Hasby berdiri disana dengan wajah datar seperti biasa.
Dan yang paling tidak diduga sita adalah, hasby hanya menatap sita sebentar
lalu berlalu begitu saja. Tanpa memberikan pertolongan atau hanya sekedar
basa-basi meminta maaf.
***
Setelah mengumpulkan sisa-sisa
tenaga sita kembali berdiri dan sekilas melihat lututnya yang memerah dan ada
rasa nyeri disana. hasby sialan runtuknya
dalam hati. Setelah meminta maaf dan menberika beribu-ribu alasan dari guru
piket, ia bisa meluncur mulus ke kelasnya tanpa mendapatkan hukuman karena
telat. Hasby duduk tenang dibangkunya dengan raut wajah yang sama sekali tidak
bisa ditebak. Hasby Belum menatapnya dan berbicara apapun saat sita berhasil
mendudukan diri disana.
Tapi saat sita mengeluarkan buku
pelajarannya hasby menoleh kearahnya, memutar badannya empat puluh lima derajat
kearahnya. cukup lama menatap sita dengan tatapan datar dan ekspresi tidak
terbaca. Seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi begitu sulit keluar dari
tenggorokkannya. Apa sebegitu sulitnya
minta maaf . sita berkata dalam hati. Sita yang merasa risih akhirnya
menyeletuk. “ga usah minta maaf, gue yang salah.” Sita membalik badan berusaha
menghindari tatapan hasby yang terasa sedingin es.
“gak salah?” suara hasby berhasil
membuat sita kembali menoleh. Ia menaikkan alis karena bingung
“siapa juga yang mau minta maaf. Gue
Cuma mau bilang, jadi anak baru kok telat.”
“anak baru juga manusia kali.” Sita
mendengus dengan marah sekaligus malu karena berfikir laki-laki disampingnya
ingin meminta maaf padanya. Ia kembali memfokuskan pandangan kedepan. Ke seorang
guru wanita yang sibuk mengoceh tentang sejarah kemerdekaan Indonesia.
“ternyata hasby selain dingin dan
jutek, juga tidak berperi kemanusiaan yaa.” Sita mengoceh saat siska datang
bermaksud mengajaknya ke kantin sekolah. Orang yang dibicarakan kebetulah sudah
kabur entah kemana tak lama setelah bel istirahan berbunyi.
Siska manatap tajam kearah sita, ada
keingintahuan disana. setelah menghela nafas panjang sita menceritakan kejadian
tadi pagi. Dan kali ini tidak membuatnya tertawa tapi simpati kepada kemalangan
yang dialami oleh gadis yang kini menjadi sahabatnya itu.
“sabar ya ta, gue ga tau kalau hasby
jadi kelewatan gitu.” Siska melempar pandangan kasihan kepada sita.
“tapi lo tau sanggar seni ananda
gak?” raut wajah dan cara bicara sita berubah antusias saat mengingat sesuatu.
Membuat siska mengernyit karena merasa kalau sahabatnya sangat pintar memainkan
raut mukanya. Ia diam sambil menerawang, mencoba mengingat sesuatu yang
ditanyakan sita.
“yang ada dikomplek belakang
sekolah?” katanya meyakinkan sedikit ingatannya.
“iya.”
“kenapa emang sama sanggar itu?”
katanya sambil membolak-balik buku catatan yang ada didepannya.
“kemaren gue ngikutin hasby sampe
kesana.”
“HAH??” kali ini siska tidak bisa
menyembunyikan keterkejutannya. Memikirkan apa maksud sita mengikuti hasby
sampai sana. “waah… lo cari masalah aja deh. Tapi dia gak tau kan?”
“dia ngeliat gue dan kayanya dia
pasti tau persis kalogue ngikutin dia.”
Siska
menepuk jidatnya mendengar tingkah konyol sahabatnya. “jangan bilang lo suka
sama hasby?”
Sita mengulum senyum dan membuat
siska semakin waswas. Pasalnya kalau sampai sita tertarik dengan hasby dan
menunjukkan secara terang-terangan, sita juga pasti akan berurusan dengan elit.
“mungkin, gue ngerasa dia beda aja dari yang lain.” Sedetik kemudian siska
menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai tanda ketidaksetujuannya. Membuat sita
kembali berujar “bukan berarti gue mengharapkan dia juga, tapi yang jelas gue
harus tau alasan kenapa dia bisa sedingin itu sama cewe.”
***
Sita memasuki gerbang sekolahnya
saat hari masih sangat pagi. Beberapa petugas kebersihan terlihat sibuk
mengepel sepanjang koridor sekolah. “hasby?” sita menatap bingung melihat hasby
sudah terduduk dibangkunya. Emang selalu
sepagi ini ya? Ia menelan ludah dan berjalan pelan menghampirinya. Suasana
begitu hening karena tidak ada yang membuka suara. Seperti biasa, hasby sedang
sibuk dengan komik favouritnya. Hasby sendiri menyadari kedatangan sita. Tapi
ia lebih memilih diam dan menganggap tidak ada orang. sebelumnya juga seperti
itu.
“lo anggota disanggar ananda itu ya
by?” dengan keberanian penuh sita bertanya. Terdengar suara helaan nafas dari
laki-laki disampingnya disusul suara berdebam keras dari buku yang dibanting.
“bukan urusan lo.” Katanya cepat.
“gue nanya baik-baik by, bisa nggak
jawabnya ga usah ketus gitu?” sita menatap hasby yang masih acuh. Laki-laki itu
menoleh. “gak bisa. Kalo ga mau diketusin ga usah ikut campur urusan orang.”
hasby memundurkan bangkunya dengan keras dan berjalan hingga berlalu dari
pandangan sita. Tapi entah dorongan apa yang membuat sita akhinya ikut keluar
dari kelas. Ia melihat kesekeliling dan menemukan hasby didepan lift. Dia
setengah berlari, tapi akhirnya ia menendang bak sampah didepan lift hingga
meninbulkan bunyi nyaring saat lift itu sudah bergerak turun. Tak lama pintu
lift terbuka, sita masuk dan menyusul hasby, walau ia sama sekali tidak tau
hasby mendarat dilantai berapa. Ia akhirnya menekan tombol satu. Setelah pintu
terbuka ia melihat kesekililing dan sama sekali tidak meninggalkan jejak hasby.
Setelah berfikir cukup lama ia mulai bergerak ke koridor sebelah kanan. Kenapa gue jadi aneh gini sih, sita mulai bertanya-tanya dalam hati atas
rasa penasarannya atas semua sikap hasby. Selama masuk sekolah ini ia
benar-benar menjadi orang yang tidak dikenalnya. Suka bersikap impulsif dan ia
benar-benar membenci dirinya sendiri.
Ia terus berjalan hingga akhirnya
sebuah ruangan menarik perhatiannya. Ruang
galeri, ia melongok kejendela bening yang menyelimuti ruangan itu. tembok
yang menghalangin pandangan hanya sebatas lehernya. Sehingga ia bisa dengan
jelas siapa sosok yang baru saja mendudukan diri disana. Hasby… sedang mengayunkan kuas diatas kanvas dengan posisi
memblakanginya sehingga sita tidak bisa melihat apa yang dilukis hasby. Dengan
penasaran ia berjalan pelan kepintu galeri yang tidak tertutup rapat untuk
melihat hasby lebih jelas.
Beberapa menit ia berdiri disana
sama sekali tidak membuatnya bisa melihat kanvas hasby. Ia berfikir kalau hasby
mungkin saja meluapkan amarah padanya diatas kanvas itu.
“dooorrr…” suara itu hampir saja
membuat jantungnya copot kedasar jurang. Tapi sedetik kemudian hening
menyelimuti mereka. Sita hanya menatap hasby yang kini menolehnya dengan wajah
merah padam. Begitupun siska yang sadar kalau ia bercanda disaat yang tidak
tepat.
“lo lagi?? Ngapain sih?” hasby maju
mendekati sita yang langsung beringsut menjauh dan menabrak siska yang ada
dibelakangnya. Dan saat itulah sita bisa melihat apa yang sedang dilukis hasby.
“cantik.” Ia tidak sadar mengucapkan kata itu keras-keras, membuat amarah hasby
makin tersulut. “dia siapa by?” sita bertanya tanpa melihat hasby yang siap
meledakkan amarahnya. Sedangkan siska sudah berusa menyadarkan sita dengan
menarik tangannya. Tapi sita masih diam disana. menatap seorang wanita cantik
yang tergambar dikanvas hasby. Wanita tinggi dengan kulit kuning lansat dan
rambut yang keriting menggantung sampai pinggang. Wanita anggun dengan gaun
putih selutut yang sedang tersenyum manis kearahnya.
“CUKUP, SEKARANG LO PERGI ATAU GUE
YANG BAKAL NYERET LO KELUAR DARI SINI.” Hasby mencengkeram pergelangan tangan
sita, membuat sita tersadar kealam nyata dan langsung meronta sekuat tenaga. Tapi
usahanya gagal saat cengkraman hasby semakin mengencang dan ia yakin akan
meninggalkan bekas memar dipergelangan tangannya.
“ini kan tempat umum. Gue boleh donk
ada disini juga?” sita menantang saat
dirinya mulai kelelahan karena usahanya melepaskan diri dari hasby tidak juga
berhasil.
“tapi bukan berarti lo bisa nanya-nanya
seenaknya. Lagian lo bukan salah satu anak lukis kan? Jadi bisa dibilang LO
TERLARANG MASUK RUANGAN INI.” mata tajam hasby membara menatap sita dan
cengkramannya semakin kuat, membuat sita mengernyit kesakitan. Ia sebenarnya
tidak mau berbuat kasar kepada siapapun. Tapi anak baru yang ada dihadapannya
ini benar-benar menganggu hidupnya. Dan ia sama sekali tidak menyukai itu.
BERSAMBUNG KE BAB TIGA
Saturday 24 August 2013
Mr. Independent BAB SATU
“saya sita azzahra. Saya pindahan
dari Bandung.” Sita yang berseragam putih abu-abu berdiri disekitar tigapuluh
orang sebayanya. Diliriknya sekeliling, orang-orang didepannya tersenyum ramah.
Membuatnya berfikir mungkin tidak akan terlalu sulit memulai adaptasi baru
disini.
“kamu boleh duduk ditempat yang
kosong nak,” kata seorang guru dengan arah pandang yang menunjukkan satu-satunya
bangku kosong ditempat itu. ia mengernyit menatap sesosok laki-laki sebagai
penghuninya. Ia terlihat sibuk menatap buku dimejanya tanpa memperhatikan
kegiatan sekitar. Dengan ragu ia berjalan mendekati arah pandangnya. Dan
setelah berhasil mendudukan diri ia memberanikan melirik ke orang disebelahnya
yang belum juga menoleh. “gue sita.” Katanya sambil mengulurkan tangannya.
Beberapa detik tapi orang yang diajak berkenalan sama sekali belum menoleh
kearahnya. “gue sita.” Ia bergumam kembali saat tidak mendapat tanggapan dari
orang disebelahnya.
“Hasby.” Katanya pelan tanpa menoleh
kearah sita.
“siapa?” tanyanya lagi, masih
mengacungkan tangan berharap uluran serupa
“Hasby” laki-laki itu masih belum
menoleh. Membuat sita mengerutkan dahi.
“siapa?” sita masih berusaha melambaikan
sebelah tangannya. Berharap dapat balasan layaknya orang berkenalan.
“MAHERZA HASBY ALFARIZY. Budeg
banget sih lo.” Sita mendadak pucat saat hasby menoleh dan mengucapkan namanya
keras-keras. Membuat semua mata anak menoleh karahnya. Sedetik kemudian
terdengar suara anak-anak yang menahan tawa. Untung saja entah sejak kapan guru
yang tadi mengantarnya lenyap tak berjejak. Ia masih menatap hasby penuh Tanya
dan masih mengulurkan tangan.
Hasby melirik tangan sita yang
terulur lalu kembali ke bacaannya, tidak memperhatikan raut wajah sita yang
kebingungan.
Bukan
salam perkenalan yang baik, katanya dalam hati. Ia menghela nafas dan
langsung mengeluarkan buku catatan saat guru kembali kekelas dan kembali
meracau didepan. Sesekali ia melirik kesamping, melihat orang yang baru saja
diketahui bernama hasby yang begitu tenang. dan setelah diperhatikan ia
berkesimpulan kalau hasby adalah tipe orang yang tidak terlalu pandai
bersosialisasi. Tapi, sesaat ia mengingat wajah yang baru saja menatapnya. tampan, ia bergumam.
Sita terpaksa ikut pindah saat
ayahnya dipindahtugaskan dikota ini. Ia sendiri sebenarnya berat meninggalkan
bandung karena ia lahir dan besar disana. terlalu banyak kenangan manis dikota
paris pan java itu. tapi mau bagaimana lagi.
Dering bel istirahat menggema
diseantero sekolah. Membuat semua anak yang terkurung dikelas menghambur keluar
kelas.
“gue boleh tau ga dimana kantinya?”
tanya sita kearah hasby saat melihat beberapa anak dikelasnya mulai berjejalan
keluar.
“kayanya gue bukan satu-satunya
orang yang ada disini deh. Jadi mending lo Tanya orang lain sana.” Suaranya
begitu enteng dan tatapannya masih ke buku bacannya. Sama sekali tidak melihat
sita yang amarahnya sudah merambat ke ubun-ubun.
Seseorang yang masih berada dikelas
itu dan duduk tak jauh dari sana mendengar percakapan mereka dan tersenyum .
“lo ikut gue aja ayo. Percuma nanya sama hasby.” Ia tersenyum mengisyaratkan
agar sita mengikutinya. Sita tersenyum sinis kearah hasby lalu mulai beranjak
dari tempat duduknya. Ia setengah berlari agar bisa mensejajarkan langkahnya
dengan laki-laki itu.
“gue ricky.” Katanya sambil
mengulurkan tangannya. Sita tersenyum lalu menjabat tangannya. “ga usah heran
ya sama hasby. Dia emang kaya gitu.” Laki-laki itu terkekeh saat mereka
memasuki gerbang hijau yang sudah dipadati siswa-siswi lain. Ricky mengedarkan
pandangannya kesekeliling ruangan besar itu. mencoba mencari meja kosong.
“emang jutek gitu orangnya?” Tanya sita
saat mereka berhasil menemukan satu meja kosong. Ricky hanya mengangguk
mengiyakan pertanyaan sita. “lo mau makan apa? Biar gue pesenin sekalian?”
sepersekian detik setelah ricky bertanya ia mengedarkan pandangannya
kesekeliling dan menjawab “bakso aja, thanks sebelumnya.” Ricky tersenyum lalu
melangkah pergi.
Ia mengarahkan pandangan
kesekeliling dan mendapati tatapan aneh dari yang orang-orang disana. mungkin
mereka sadar kalau ada anak baru disekolah mereka. Beberapa orang tampak
tersenyum ramah padanya.
Beberapa menit kemudian ricky kembali
dengan seorang wanita disebelahnya. “ta, kenalin ini siska, cewe gue.” Katanya
sambil duduk dibangku sebrang diikuti cewe manis disebelahnya. “siska.” Katanya
ramah sambil menjabat tangan sita. Setelah sita menyebutkan namannya makanan
pesanannya datang.
“pindahan dari mana ta?” Tanya siska
kearah sita yang sedang sibuk dengan makannnya. Belum sempat ia membuka mulut
ricky menjawab. “bandung” sita tersenyum melihat siska yang melirik sebal
kearah ricky. “masuk ke kelas mana?” tanyanya lagi.
“ke kelas aku.” Lagi-lagi ricky
mengambil alih bagian sita menjawab. Membuat sita tersenyum melihat raut wajah
siska yang semakin sebal sedangkan ricky terlihat cuek dan sibuk dengan garpu
dan sendok ditangannya. Bersamaan dengan itu ia melihat hasby masuk kekantin
seorang diri dan langsung duduk dipojok ruangan. Tempat yang cukup membuat sita
bisa melihat jelas kearahnya. wajahnya terlihat dingin dan tanpa ekspresi.
“hayooo… kenapa ngeliatin hasby?”
suara siska membuatnya tersadar sekaligus malu karena ketauan memperhatikan
hasby. Ia hanya terseyum kecil.
“lo udah kenalan ta sama hasby?”
Tanya siska.
“udah, udah dibentak juga malah.” Ricky
kembali buka suara dan benar-benar membuat pacarnya jengkel.
“daritadi aku tuh nanya sita. Kenapa
kamu mulu yang jawab. Kamu udah ganti nama jadi sita. Hah?” kali ini ricky
mendongkak dan menatap wajah pacarnya yang diliputi kejengkelan. Ia tertawa
melihat siska mengerucutkan bibirnya. “abis kalo denger suara kamu, aku
bawaannya mau nyaut mulu.” Ia masih terkekeh hingga akhirnya melanjutkan
makannya.
“jadi beneran lo udah dapet salam
perkenalan dari hasby?”
“udah, dia duduk disamping hasby
malah.”
“kamu bisa diem dulu gak? Kalo nggak
aku sumpel juga mulut kamu pake tisu.” Siska melirik kearah tisu dimeja lalu
membulatkan matanya kearah ricky yang tertawa dan langsung meminta maaf.
“jadi bener lo duduk disamping
hasby?” kali ini ia menatap sita yang mengangguk sambil tersenyum. Terdengar
suara siska tertawa, membuat sita menaikkan alis. “kalau begitu lo harus siap-siap
memperbanyak stok kesabaran lo.”
“emang bakal separah itu ya?” kali
ini sita mencoba bertanya apa yang sejak tadi berputar dipikirannya. Gadis
manis didepannya terlihat mengangguk lalu menengguk es teh manis dari gelasnya
sebelum akhirnya berbicara. tenang aja, sebenarnya dia baik kok. Gue
dulu satu SMP sama dia,dulu dia gaa kaya gitu. Emang sih klo liat sikap dia
kaya gitu, siapa yg mau deket sama dia. Belum deket aja udah pada kabur tuh
cewe-cewe. Tapi tenang aja, dia nggak gigit kok. Kalo lo pengen deket sama dia,
lo Cuma perlu mahamin dia, dan buat dia nyaman ada disamping lo. Dan yang perlu
lo tau Dia itu orangnya mandiri banget. Dia selalu ngerasa bisa ngelakuin
apa-apa sendiri. Makannya dia nggak begitu suka bersosialisasi kaya kita-kita.
Dia ampe dapet julukan Mr.INDEPENDENT.” siska terus mengoceh tentang hasby dan sita
hanya memperhatikannya dengan cermat tanpa ingin ketinggalan satu beritapun
tentang hasby.
Sita menimpali kata-kata siska
dengan sebuah senyuman dan kembali memusatkan perhatiannya ke mangkuk yang
isinya sudah berteriak-teriak minta dihabiskan. Sekilas ia melirik hasby yang
masih terduduk dibangkunya dipojok ruangan seorang diri. ia tidak memperhatikan
sekelilinganya bahkan mungkin ia merasa punya dunia sendiri.
bersambung ke BAB DUA
Saturday 29 June 2013
Tetesan Tinta 2
Tidak semua orang Hebat selalu menang..
ada mereka yang justru kalah karena mereka Hebat...
Saturday 22 June 2013
Tetesan tinta 1
Hidup itu bukan PILIHAN tapi PERJUANGAN
banyak org yang nyatanya tidak punya PILIHAN,, tapi semua org pasti pernah merasakan PERJUANGAN
Friday 14 June 2013
Cinta Atau Benci
“delia…
ada firman. Ayo donk kamu temuin. Kasihan dya udah nunggu lama”. Suara lembut
yang bersahutan dengan ketukan pintu terdengar oleh delia yang masih duduk
tenang dekat jendela rumahnya. Mengirup udara sore yang begitu segar. Angin
yang bertiup membuat beberapa helai rambutnya terbang. Ia menatap kearah sebuah
mobil yeng terparkir didepan pagar rumahnya. . Untuk apa dia datang kesini lagi?
“ia nanti delia turun ma” katanya
dengan nada kesal. Dengan berat ia menggerakkan tangannya untuk menjalankan
kursi rodanya. Keluar dari kamar ini saja
terasa begitu sulit.. gerutunya dalam hati. Delia berhasil keluar dari
kamar dan langsung menatap sesosok pria tampan didepannya. Pria itu tersenyum
lembut tetapi delia lebih suka menekuk wajahnya. “biar kubantu” dengan sigap
pria itu berdiri, bersiap membantu mendorong kursi roda delia. “tidak usah,
terima kasih” delia buru-buru menolak. Membuat firman tersenyum kecil dan hanya
mengikuti delia dari belakang. Delia dan kursi rodanya sudah berada dihadapan
firman. Tetapi firman hanya menyunggingkan senyum melihat delia. “kalau kau
datang kesini hanya untuk senyum mengejek. Lebih baik kau pergi” suara lantang
delia terdengar karena merasa risih dengan tatapan firman dan senyumnya yang
seolah menertawakan ketidakberdayaannya. “bagaimana kalau kita ketaman”. Delia
mengerutkan dahi melihat ekspresi firman yang sama sekali tidak mempan dengan
kata-kata kasarnya.
“tidak mau. Kau pikir kau siapa?” katanya
ketus sambil membuang muka dari firman. Firman tertawa kecil, ada kegelian disana
membuatnya berdiri dan langsung mendorong kursi roda delia keluar rumah. Delia
membelalakan matanya dan menatap firmah penuh amarah.
“apa yang kau lakukan. Cepat
berhenti.” Seakan tak mendengar ucapan delia, firmah masih mendorong kursi roda
delia hingga ke depan mobilnya. “aku sudah meminta izin kepada ibumu. Kau
tenang saja” katanya lembut sambil menatap geli delia yang memasang wajah
cemberut.
“kalau aku tidak mau. Kau mau apa?”
delia berkata lebih lantang. Sambil menatap firman penuh kebencian.
“aku akan memaksamu.” Katanya
sambil membuka pintu mobil dan menggendong delia duduk dibangku depan. Delia
yang merasakan tangan firman menyentuh kulitnya hanya pasrah.
Bahkan
untuk memberontak dari pria ini saja aku tak mampu. Katanya dalam hati. Ada
raut kekecewaan disana, seandainya ia bisa, mungkin ia sudah menghajar siapapun
yang berani-beraninya menyentuhnya. Tapi ia tahu kalau firman adalah pria baik.
Dan ini bukan pertama kalinya firman memaksakan membawa pergi delia. Orang tua
deliapun sudah percaya dengan firman. Ia melirik kearah firman yang sudah
berada disamping dan focus pada kemudinya. Tapi ia akhirnya membuang muka
kearah jendela. Ia sebenarnya tidak sudi
naik mobil ini apalagi bersama firman.
1 tahun yang lalu.. sebuah
kecelakaan hebat membuat delia kehilangan kakinya. Kakinya memang tidak
diamputansi, tapi ia kehilangan fungsinya secara keseluruhan. Ia seperti
dihantam batu besar saat tau bahwa ia harus menghabiskan sisa hidupnya dikursi roda.
Sore itu… ia melangkah keluar dari
sebuah agensi setelah mendatangi kontrak menjadi seorang model disalah satu
majalah fashion terbesar dikotanya. Inilah cita-citanya sejak dulu. Sejak SMP
wajahnya sudah sering menghiasi majalah-majalan remaja. Dan kali ini
cita-citanya sudah berada didepan mata.
Jalan begitu sepi, ia dengan santai
menyebrang hingga akhirnya ia mendengar suara mobil menderu-deru, ia menoleh
dan mendapati sebuah mobil dari tikungan melaju kencang kearahnya. Membuatnya
terlempar Sampai akhirnya tak sadarkan
diri.
Ia membuka mata dan menyadari ia
sudah berada dirumah sakit. Ia bersyukur karena ia pikir ia tidak akan bisa
diselamatkan. Tapi ternyata semuanya tidak baik-baik saja. dokter bilang kalau
delia akan menghabiskan sisa hidupnya dikursi roda. Kedua kaki delia sudah
tidak bisa diselamatkan. Seperti disambar petir disiang bolong, delia menangis
sejadi-jadinya. Meratapi semua impian yang sudah ada didepan mata dan tak akan
pernah ia gapai. Mengutuk orang yang yang telah menabrakknya yang ternyata
melarikan diri.
Semuanya berubah semenjak kecelakaan itu.
delia menjadi pemurung. Ia hanya mengurung diri dikamarnya sambil menangis
setiap hari. Ia tidak mau menemui siapapun selain keluarganya. Ia benci melihat
tatapan belas kasihan dari orang-orang yang menjenguknya.
Dan hari itu tiba. Delia memutuskan
pergi ketaman komplek sendirian. Sudah 3 bulan ia mengurung diri dikamar dan
itu membuantnya bosan. Dengan keberaniannya ia memacu kursi rodanya keluar
rumah. Mengirup udara segar. Ia menolak ditemani siapapun termasuk ibu dan
adiknya. Seperti hari-hari kemarin. Ia ingin selalu sendiri. Dan
tatapan-tatapan orang yang ada disana benar-benar membuat delia muak. Tatapan
kasihan dan mengejek itu sangat mambuatnya tidak nyaman. Ternyata keluar dari
rumahnya juga tidak membuatnya lebih baik.
Ia menggerakkan kursi rodanya agak
keras tapi tak bergerak sedikitpun. Ia menghela nafas melihat salah satu roda kursi
rodanya tersangkut sebuah batu. Saat itulah uluran tangan lembut firman datang
membantunya. Delia terkesiap melihat seseorang mendorong kursi rodanya. “saya
bisa sendiri. Terima kasih” wajah delia menatap firman yang tersenyum. Firman
memperkenalkan diri lalu menawarkan diri mengantar delia pulang. Tapi saat itulah
rasa benci itu datang. “rumah saya tidak
jauh dari sini. Saya bisa pulang sendiri” kata delia sambil memacu kursi
rodanya menjauhi firman. Firman yang melihat lalu masuk ke mobilnya dan
menjalankan mobilnya pelan tepat dibelakang delia. Memastikan delia sampai
rumah dengan selamat .
Hari berikutnya firman datang
kerumah delia membawa sekotak coklat,
tapi delia secara terang-terangan menolak bahkan mengusir firman dari rumahnya. Tapi ternyata itu tidak
menyurutkan semangat firman. Firman bertekad membuat delia bangkit dari
keterpurukannya hingga tanpa sadar tumbuh rasa suka dalam hatinya. Hampir setiap hari ia datang kerumah delia,
membawa berbagai makanan dan bunga terkadang, tapi tidak ada satupun yang delia
terima dengan ikhlas. Semua delia terima karena terpaksa, karena paksaan ibunya
untuk menghargai pemberian orang. sudah 9 bulan dan firman masih tidak kapok
juga. Ia terus datang ke rumah delia walau hanya untuk mendengar cacian dan
makian dari delia.
Suara pintu terbuka membuat delia
kembali ke kesadarannya. Firman dengan sigap menggendong delia kembali ke kursi
rodanya. Mereka menatap kesebuah danau yang ada didepan mereka. “apa kau ingin
minum?” kata firman memecah keheningan. Delia hanya menggeleng tanpa melepas
pandangannya ke arah danau yang terhampar tenang dihadapannya.
“kau tau? Seharusnya hari ini aku sudah berada dipuncak
kesuksesan sebagai model. Menggapai semua cita-citaku. Bukan duduk dikursi roda
ini dan menjadi orang yang tidak berguna”. Kata-kata delia membuat firman
kembali menoleh ke arah delia, ada rasa sakit dihatinya. Rasa yang begitu
menyesakkan dadanya tiap ia melihat delia.
“cita-cita ku sudah ada didepan mata waktu itu. tapi dalam
hitungan menit semuanya berubah. Kenapa tuhan masih membiarkanku hidup jika aku
tidak bisa berbuat apa-apa”. Air mata menetes dari mata kanan delia. Membuat
hati firman semakin teriris. Tapi firman tidak dapat berkata apa-apa. lidahnya
kaku, semua suaranya terasa tertelan ditenggorokkan. “apakah kau pernah mengerti perasaanku?” delia
akhirnya menoleh kearah firman. Mata mereka bertemu, mata delia yang
berkaca-kaca dan mata firman yang penuh kesedihan. “lalu.. mengapa kau begitu
bodoh terus-terusan menemuiku?”. Suara delia lebih lantang kali ini. Firman
masih menatap delia dalam diam.
“aku menyayangimu delia” suara firman terdengar serak.
Delia tersenyum sinis
“kau menyayangi orang yang salah. Aku tau kau hanya kasihan padaku.
Mulai sekarang lebih baik jangan pernah temui aku lagi.”
***
Semuanya terlambat… firman terduduk disamping nisan delia. Kemarin orang tua delia
menemukan delia dalam keadaan tak sadarkan diri dengan luka dipergelangan
tangannya. Ia sengaja bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Tapi
sayangnya delia sudah tidak bisa diselamatkan.
kenapa kamu melakukan
ini delia. Kenapa kau tidak memberiku kesempatan untuk mengakui semuanya
firman menatap sebuah surat beramplop biru ditangannya.
Surat yang ditinggalkan delia sebelum mengakhiri hidupnya. Dengan tangan
gemetar ia membuka kertas itu
dear firman,
aku ingin meminta maaf
atas semua kesalahanku kepadamu
semua kata-kata
kasarku
semua keegoisanku
maaf aku harus
mengakhiri hidupku seperti ini
aku tidak sanggup
menanggung semuanya
duduk dikursi roda dan
menjadi cacat
aku harap kau
mengerti…
jauh dilubuk hatiku
aku menyayangimu
tapi jauh dilubuk
hatiku pula aku sangat membencimu
aku terbelenggu oleh dua
perasaan yang bertolak belakang
maaf aku tidak dapat
menunggumu mengakui kesalahanmu
padahal aku ingin sekali
mendengar pengakuanmu bahwa kau yang menabrakku dan menyebabkanku cacat,
sehingga aku bisa
menghapuskan kebencian itu dan sepenuhnya menyayangimu
dihari pertama kita
bertemu ditaman. Aku sudah mempunyai perasaan padamu,
tapi setelah kau
menawarkanku pulang bersama mu dan menunjukkan mobilmu
saat itu pula rasa
benci tumbuh dihatiku
saat tabrakan itu,
sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri
aku melihat jelas
mobil dan plat nomor yang merenggut kebagaiaanku,
dan itu…. mobilmu
tiap kau datang
menemuiku.. aku selalu berharap kau akan mengakui semuanya.
Tapi ternyata semuanya
sia-sia, itulah yang membuatku semakin membencimu dari hari ke hari
Kau pengecut…
Mata firman berkaca-kaca. Pandangannya mulai kabur
Maafkan aku delia,
maafkan aku.. aku terlalu menyayangimu… aku takut kau lebih membenciku kalau
kau tahu yang sebenarnya. Tapi kau seharusnya tau kalau aku pasti akan
mengakuinya..
END-
Subscribe to:
Posts (Atom)