buku tamu

LETAKKAN KODE SHOUTBOX, FOLLOWBOX, DLL TERSERAH ANDA DISINI

Saturday 29 June 2013

Tetesan Tinta 2

Tidak semua orang Hebat selalu menang.. 
ada mereka yang justru kalah karena mereka Hebat...

Saturday 22 June 2013

Tetesan tinta 1

Hidup itu bukan PILIHAN tapi PERJUANGAN
 banyak org yang nyatanya tidak punya PILIHAN,, tapi semua org pasti pernah merasakan PERJUANGAN

Friday 14 June 2013

Cinta Atau Benci



                “delia… ada firman. Ayo donk kamu temuin. Kasihan dya udah nunggu lama”. Suara lembut yang bersahutan dengan ketukan pintu terdengar oleh delia yang masih duduk tenang dekat jendela rumahnya. Mengirup udara sore yang begitu segar. Angin yang bertiup membuat beberapa helai rambutnya terbang. Ia menatap kearah sebuah mobil yeng terparkir didepan pagar rumahnya. . Untuk apa dia datang kesini lagi?
“ia nanti delia turun ma” katanya dengan nada kesal. Dengan berat ia menggerakkan tangannya untuk menjalankan kursi rodanya. Keluar dari kamar ini saja terasa begitu sulit.. gerutunya dalam hati. Delia berhasil keluar dari kamar dan langsung menatap sesosok pria tampan didepannya. Pria itu tersenyum lembut tetapi delia lebih suka menekuk wajahnya. “biar kubantu” dengan sigap pria itu berdiri, bersiap membantu mendorong kursi roda delia. “tidak usah, terima kasih” delia buru-buru menolak. Membuat firman tersenyum kecil dan hanya mengikuti delia dari belakang. Delia dan kursi rodanya sudah berada dihadapan firman. Tetapi firman hanya menyunggingkan senyum melihat delia. “kalau kau datang kesini hanya untuk senyum mengejek. Lebih baik kau pergi” suara lantang delia terdengar karena merasa risih dengan tatapan firman dan senyumnya yang seolah menertawakan ketidakberdayaannya. “bagaimana kalau kita ketaman”. Delia mengerutkan dahi melihat ekspresi firman yang sama sekali tidak mempan dengan kata-kata kasarnya.

 “tidak mau. Kau pikir kau siapa?” katanya ketus sambil membuang muka dari firman. Firman tertawa kecil, ada kegelian disana membuatnya berdiri dan langsung mendorong kursi roda delia keluar rumah. Delia membelalakan matanya dan menatap firmah penuh amarah.

“apa yang kau lakukan. Cepat berhenti.” Seakan tak mendengar ucapan delia, firmah masih mendorong kursi roda delia hingga ke depan mobilnya. “aku sudah meminta izin kepada ibumu. Kau tenang saja” katanya lembut sambil menatap geli delia yang memasang wajah cemberut.
“kalau aku tidak mau. Kau mau apa?” delia berkata lebih lantang. Sambil menatap firman penuh kebencian.
“aku akan memaksamu.” Katanya sambil membuka pintu mobil dan menggendong delia duduk dibangku depan. Delia yang merasakan tangan firman menyentuh kulitnya hanya pasrah.

Bahkan untuk memberontak dari pria ini saja aku tak mampu. Katanya dalam hati. Ada raut kekecewaan disana, seandainya ia bisa, mungkin ia sudah menghajar siapapun yang berani-beraninya menyentuhnya. Tapi ia tahu kalau firman adalah pria baik. Dan ini bukan pertama kalinya firman memaksakan membawa pergi delia. Orang tua deliapun sudah percaya dengan firman. Ia melirik kearah firman yang sudah berada disamping dan focus pada kemudinya. Tapi ia akhirnya membuang muka kearah jendela.  Ia sebenarnya tidak sudi naik mobil ini apalagi bersama firman.

1 tahun yang lalu.. sebuah kecelakaan hebat membuat delia kehilangan kakinya. Kakinya memang tidak diamputansi, tapi ia kehilangan fungsinya secara keseluruhan. Ia seperti dihantam batu besar saat tau bahwa ia harus menghabiskan sisa hidupnya  dikursi roda.

Sore itu… ia melangkah keluar dari sebuah agensi setelah mendatangi kontrak menjadi seorang model disalah satu majalah fashion terbesar dikotanya. Inilah cita-citanya sejak dulu. Sejak SMP wajahnya sudah sering menghiasi majalah-majalan remaja. Dan kali ini cita-citanya sudah berada didepan mata.

Jalan begitu sepi, ia dengan santai menyebrang hingga akhirnya ia mendengar suara mobil menderu-deru, ia menoleh dan mendapati sebuah mobil dari tikungan melaju kencang kearahnya. Membuatnya terlempar  Sampai akhirnya tak sadarkan diri.

Ia membuka mata dan menyadari ia sudah berada dirumah sakit. Ia bersyukur karena ia pikir ia tidak akan bisa diselamatkan. Tapi ternyata semuanya tidak baik-baik saja. dokter bilang kalau delia akan menghabiskan sisa hidupnya dikursi roda. Kedua kaki delia sudah tidak bisa diselamatkan. Seperti disambar petir disiang bolong, delia menangis sejadi-jadinya. Meratapi semua impian yang sudah ada didepan mata dan tak akan pernah ia gapai. Mengutuk orang yang yang telah menabrakknya yang ternyata melarikan diri.

 Semuanya berubah semenjak kecelakaan itu. delia menjadi pemurung. Ia hanya mengurung diri dikamarnya sambil menangis setiap hari. Ia tidak mau menemui siapapun selain keluarganya. Ia benci melihat tatapan belas kasihan dari orang-orang yang menjenguknya.

Dan hari itu tiba. Delia memutuskan pergi ketaman komplek sendirian. Sudah 3 bulan ia mengurung diri dikamar dan itu membuantnya bosan. Dengan keberaniannya ia memacu kursi rodanya keluar rumah. Mengirup udara segar. Ia menolak ditemani siapapun termasuk ibu dan adiknya. Seperti hari-hari kemarin. Ia ingin selalu sendiri. Dan tatapan-tatapan orang yang ada disana benar-benar membuat delia muak. Tatapan kasihan dan mengejek itu sangat mambuatnya tidak nyaman. Ternyata keluar dari rumahnya juga tidak membuatnya lebih baik.

Ia menggerakkan kursi rodanya agak keras tapi tak bergerak sedikitpun. Ia menghela nafas melihat salah satu roda kursi rodanya tersangkut sebuah batu. Saat itulah uluran tangan lembut firman datang membantunya. Delia terkesiap melihat seseorang mendorong kursi rodanya. “saya bisa sendiri. Terima kasih” wajah delia menatap firman yang tersenyum. Firman memperkenalkan diri lalu menawarkan diri mengantar delia pulang. Tapi saat itulah rasa benci itu datang. “rumah saya  tidak jauh dari sini. Saya bisa pulang sendiri” kata delia sambil memacu kursi rodanya menjauhi firman. Firman yang melihat lalu masuk ke mobilnya dan menjalankan mobilnya pelan tepat dibelakang delia. Memastikan delia sampai rumah dengan selamat .

Hari berikutnya firman datang kerumah delia membawa  sekotak coklat, tapi delia secara terang-terangan menolak bahkan mengusir  firman dari rumahnya. Tapi ternyata itu tidak menyurutkan semangat firman. Firman bertekad membuat delia bangkit dari keterpurukannya hingga tanpa sadar tumbuh rasa suka dalam hatinya.  Hampir setiap hari ia datang kerumah delia, membawa berbagai makanan dan bunga terkadang, tapi tidak ada satupun yang delia terima dengan ikhlas. Semua delia terima karena terpaksa, karena paksaan ibunya untuk menghargai pemberian orang. sudah 9 bulan dan firman masih tidak kapok juga. Ia terus datang ke rumah delia walau hanya untuk mendengar cacian dan makian dari delia.

Suara pintu terbuka membuat delia kembali ke kesadarannya. Firman dengan sigap menggendong delia kembali ke kursi rodanya. Mereka menatap kesebuah danau yang ada didepan mereka. “apa kau ingin minum?” kata firman memecah keheningan. Delia hanya menggeleng tanpa melepas pandangannya ke arah danau yang terhampar tenang dihadapannya.
“kau tau? Seharusnya hari ini aku sudah berada dipuncak kesuksesan sebagai model. Menggapai semua cita-citaku. Bukan duduk dikursi roda ini dan menjadi orang yang tidak berguna”. Kata-kata delia membuat firman kembali menoleh ke arah delia, ada rasa sakit dihatinya. Rasa yang begitu menyesakkan dadanya tiap ia melihat delia.
“cita-cita ku sudah ada didepan mata waktu itu. tapi dalam hitungan menit semuanya berubah. Kenapa tuhan masih membiarkanku hidup jika aku tidak bisa berbuat apa-apa”. Air mata menetes dari mata kanan delia. Membuat hati firman semakin teriris. Tapi firman tidak dapat berkata apa-apa. lidahnya kaku, semua suaranya terasa tertelan ditenggorokkan.  “apakah kau pernah mengerti perasaanku?” delia akhirnya menoleh kearah firman. Mata mereka bertemu, mata delia yang berkaca-kaca dan mata firman yang penuh kesedihan. “lalu.. mengapa kau begitu bodoh terus-terusan menemuiku?”. Suara delia lebih lantang kali ini. Firman masih menatap delia dalam diam.
“aku menyayangimu delia” suara firman terdengar serak.
Delia tersenyum sinis  “kau menyayangi orang yang salah. Aku tau kau hanya kasihan padaku. Mulai sekarang lebih baik jangan pernah temui aku lagi.”

***

Semuanya terlambat… firman terduduk  disamping nisan delia. Kemarin orang tua delia menemukan delia dalam keadaan tak sadarkan diri dengan luka dipergelangan tangannya. Ia sengaja bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Tapi sayangnya delia sudah tidak bisa diselamatkan.
kenapa kamu melakukan ini delia. Kenapa kau tidak memberiku kesempatan untuk mengakui semuanya
firman menatap sebuah surat beramplop biru ditangannya. Surat yang ditinggalkan delia sebelum mengakhiri hidupnya. Dengan tangan gemetar ia membuka kertas itu

dear firman,
aku ingin meminta maaf atas semua kesalahanku kepadamu
semua kata-kata kasarku
semua keegoisanku
maaf aku harus mengakhiri hidupku seperti ini
aku tidak sanggup menanggung semuanya
duduk dikursi roda dan menjadi cacat
aku harap kau mengerti…
jauh dilubuk hatiku aku menyayangimu
tapi jauh dilubuk hatiku pula  aku sangat membencimu
aku terbelenggu oleh dua perasaan yang bertolak belakang
maaf aku tidak dapat menunggumu mengakui kesalahanmu
padahal aku ingin sekali mendengar pengakuanmu bahwa kau yang menabrakku dan menyebabkanku cacat,
sehingga aku bisa menghapuskan kebencian itu dan sepenuhnya menyayangimu
dihari pertama kita bertemu ditaman. Aku sudah mempunyai perasaan padamu,
tapi setelah kau menawarkanku pulang bersama mu dan menunjukkan mobilmu
saat itu pula rasa benci tumbuh dihatiku
saat tabrakan itu, sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri
aku melihat jelas mobil dan plat nomor yang merenggut kebagaiaanku,
dan itu…. mobilmu
tiap kau datang menemuiku.. aku selalu berharap kau akan mengakui semuanya.
Tapi ternyata semuanya sia-sia, itulah yang membuatku semakin membencimu dari hari ke hari
Kau pengecut…

Mata firman berkaca-kaca. Pandangannya mulai kabur
Maafkan aku delia, maafkan aku.. aku terlalu menyayangimu… aku takut kau lebih membenciku kalau kau tahu yang sebenarnya. Tapi kau seharusnya tau kalau aku pasti akan mengakuinya..

END-


Tuesday 11 June 2013

Karma



Aku memandang ke pojok ruangan. Melihat dua orang wanita dan satu pria asik mengobrol disana.  aku hanya memperhatikannya dari kejauhan. Menatap mereka dengan penuh rasa menyesal. Mengutuk diri sendiri karena begitu bodoh melepaskan dua sahabat terbaik dan satu-satunya orang yang kusayang. Seharusnya aku berada disana. Bercanda dengan mereka, menikmati tiap menit dan detik bersama mereka. Dan aku.. aku harusnya menggenggam tangan pria itu. merasakan halus kulitnya. Mengapa aku begitu bodoh melepaskan mereka semua?? Mengorbankan kebahagiaan yang sekarang tidak aku miliki. Aku kehilangan semuanya. Kehilangan semua yang dulu menjadi kebahagiaan dan kebanggaan dihidupku

3 bulan yang lalu
Aku merasa kehidupan remajaku sempurna saat ini. Aku mempunyai dua sahabat baik yang selalu ada disaat aku membutuhkan mereka. Gita dan Sasha. Mereka selalu mengisi hari-hariku. Kami melewati hari bersama. Suka dan duka bersama.  Dan yang lebih membahagiakan adalah kehadiran Kamal dihidupku. Pria manis yang sudah 2 tahun menjadi kekasihku. Memberikan perhatian kepadaku. Pria romantis yang selalu hadir melengkapi hidupku.
Kamal dan aku satu sekolah dan akhirnya menjalin hubungan serius. Semuanya terlihat membahagikan hingga akhirnya Rumah kosong disamping rumahku dihuni sebuah keluarga. Tidak ada yang aneh dengan keluarga itu. hanya saja seseorang yang beberapa hari kemudian kuketahui bernama gilang mulai menarik perhatianku. Aku berkenalan dan mulai dekat dengannya. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Dan entah sadar atau tidak aku semakin manjauh dari kamal. Aku lebih sering menghabiskan waktu bersama gilang dan kebersamaan kami ternyata menimbulkan rasa dihatiku. Rasa yang setelah beberapa hari kuketahui bahwa aku menyukai gilang.

                “kamu kemana kemarin siang? Aku menghubungi ponselmu tapi tidak aktif. Aku telpon kerumah katanya kau tidak ada?” mataku membulat  mendengar pertanyaan kamal secara tiba-tiba. Dia mengerutkan alis melihat ekspresi kagetku. “aku mengunjungi kawan lamaku yang sedang sakit. Maaf tidak memberitahumu. Aku mendapat berita itu mendadak dan battery ponselku habis” aku menarik nafas lega. Aku tidak pandai berbohong tapi kali ini kau berharap kamal percaya.
“yasudah tidak apa-apa. Bagaimana keadaan temanmu?” aku tersenyum lembut kepadanya, ada sedikit rasa sakit karena aku telah membohonginya. Kamal terlalu baik.

***

Tepat di sebulan perkenalanku dengan gilang. Hal yang kutakuti akhirnya terjadi. Gilang menyatakan cintanya padaku. Mengingatkanku pada wajah kamal yang begitu baik. Apa ini saatnya ku memilih antara gilang atau kamal?? Aku tau ini salah dan gilangpun tau kalau aku sudah mempunyai kamal.  Tapi entah apa yang ada dipikiran gilang. Ia secara terang-terangan mengaku tidak masalah kalau kita backstreet. Kita bisa menjalin hubungan dan aku tidak harus memutuskan Kamal. Dan entah sadar atau tidak aku justru mengiyakannya.

Sebulan aku berhasil menyembunyikan semuanya. Baik dan begitu rapi. Aku sama sekali tidak menyesali keputusanku. Aku bahagia bersama gilang. Tapi seperti kata pepatah sepandai-pandainya bangkai disembunyikan pasti akan tercium juga. Itulah yang akhirnya terjadi. Yang pertama tau semuanya adalah kedua sahabatku.

Sore itu mereka mendatangi rumahku. Dengan wajah yang sangat tidak ramah. Wajah yang penuh kemarahan yang siap meledak. Kemarin ternyata mereka melihatku berjalan mesra dengan gilang disebuah mall. Dan aku.. hanya diam menatap mereka semua. Mendengar semua omelan mereka. Sampai pada akhirnya hatiku terasa panas dan aku mengakui semuanya, bahkan aku mengakui hubungan gelapku dengan gilang. Dan mereka semua meradang, mereka bilang bahwa pria sebaik kamal tidak pantas aku perlakukan seperti itu. dan aku yang merasa terpojok justru makin marah melihat emosi gita yang begitu meluap-luap, aku menuduhnya masih menyimpan rasa pada kamal. Dulu gita memang punya rasa pada kamal, tapi justru aku yang mendapatkannya. Dan aku pikir gita masih menyimpan rasa itu makannya ia sebegitunya membela kamal. Aku bertengkar hebat dengan kedua sahabatku. Gita semakin marah mendengar ucapanku.  Dan akhirnya memutuskan tali persahabatan kita saat itu juga.

Aku menatap malam dengan suasana sepi. Menanti-nanti ponsel ku berbunyi. Bukan.. lebih tepatnya menantikan amarah kamal. Menantikan ia menanyakan semuanya terhadapku. Aku yakin gita dan sasha tentu akan memberitahukan semuanya pada kamal. Dan aku?? Hanya perlu menunggu dan bom itu pasti meledak. Sebuah ketukan pintu menyadarkannku dari lamunan.  “sayang, ada kamal dibawah” suara lembut mama menyusuri gendang telingaku. Setelah menjawab aku masih terdiam dikamar. Menyiapkan diri. Jantungku berdegup 10 kali lebih cepat. Manatap wajahku dicermin yang ternyata sedikit pucat. Tapi aku harus berani. Aku harus berbicara pada Kamal. Walau aku tak tahu akan bagaimana akhirnya nanti. Sejenak terbersit wajah gilang. Wajah yang akhir-akhir ini mengisi hari-hariku dengan begitu indah. Aku tersenyum kecut lalu berjalan pelan keluar dari kamarku.

Itu dia… aku melihat kamal yang duduk tenang membelakangiku. Aku tidak punya pilihan lain selain maju. Aku menghampirinya dan tersenyum kecil. Ia membalas dengan ramah. “maaf mengganggumu? Apa kau sibuk?” katanya pelan, aku buru-buru menggeleng. Dan kamal akhirnya berbicara, ia sudah tau semuanya. Dan kamal memang pria yang baik, aku tidak melihat aura kemarahan dalam dirinya walau kutahu ia pasti merasa sakit hati atas perlakuanku. Ia bahkan tidak meminta penjelasan apapun dariku. Ia hanya memastikan kalau semua yang diberi tahu kedua sahabatku benar adanya. Dan aku tidak punya pilihan lain selain mengakui semuanya.

Semua berjalan begitu cepat. Kamal akhirnya memutuskan hubungan  saat itu juga, tapi semuanya tidak terasa berbeda selama beberapa hari. Mungkin hanya saat aku berada disekolah kesepian itu begitu terasa. Aku dan kedua sahabatku benar-benar memutuskan hubungan. Tidak ada lagi tegur sapa. Bahkan senyumpun mereka enggan. Tapi sejauh ini gilang menyempurnakan semuanya. Perhatiannya, kasih sayangnya. Kembali menjadikan hari-hariku bahagia, melupakan semua masalah yang terjadi. Dan sadar atau tidak aku malah menyukuri, mungkin kemarin adalah pengorbananku untuk meraih kebahagiaan bersama gilang. Karena akhirnya aku sadar aku benar-benar menyayangi gilang

Bulan bulan selanjutnya

Semuanya masih seperti biasa, sampai pada akhirnya gilang datang dan ternyata membawa kabar buruk untukku.  Seperti sebuah mimpi buruk yang harus menjadi kenyataan. Gilang secara sepihak memutuskan  hubungan kita dan alasannnya yang benar-benar tidak kuduga. Jauh sebelum menjalin hubungan denganku ia sebenarnya sudah mempunyai pacar yang amat sangat ia cintai dan ia tidak tega jika harus membohongi pacarnya terus menerus, dan hubungan kita kemarin… ia merasa kalau ia khilaf dan akhirnya sadar kalau ia mempunyai pacar yang sangat ia cintai. Air mata mengalir dari sudut mataku. Sejenak terbayang wajah kamal. Jadi semuanya hanya kebohongan, dan akhirnya aku tersadarkan bahwa mungkin ini karma untukku.  Aku ingin menangis sejadi-jadinya. Tapi air mata itu.. bukan karena keputusan gilang. Tapi karena akhirnya aku menyadari bahwa aku mengorbankan semuanya untuk orang yang salah.

Dan sekarang.. aku melihat mereka bersama. Mengobrol, tertawa. Hatiku terasa teriris. Seandainya waktu bisa kuputar. Mungkin kini aku berada diantara mereka dan menggenggam erat tangan kamal.

END-



Monday 3 June 2013

when i was your man




          Danish memandang jauh kearah taman dari jendela mobilnya. Menatap lurus keseorang gadis yang duduk sendiri ditaman itu. gadis yang kira-kira berumur 19 th itu begitu manis dengan kaos merah dan jeans sederhana. Rambutnya dibiarkan tergerai rapi melewati bahu. Alas kakinya hanya berupa sepatu kets warna senada dengan bajunya. Jam tangan warna senada berbahan karet juga melingkar indah dipergelangan tangan kirinya. Sudah 5 menit gadis itu disana, dan sudah 5 menit pula Danish memperhatikannya. Hembusan angin semilir ternyata tak cukup membuat hati Danish tenang. Dadanya terasa sesak oleh suatu perasaan. Ingin rasanya ia menghampiri gadis itu lalu memeluknya. Melepaskan kerinduan yang membuat dadanya terasa sesak tiap kali mengingat gadis itu.
Bukan, bukan karena ia menyukai gadis itu tapi tidak bisa mengungkapkannya. Lebih karena Ia sudah kehilangan kesempatan itu. Kania nama gadis itu, ia kuliah disalah satu universitas negeri dijakarta. Selang beberapa menit seorang pria muda menghampiri gadis itu, ia terlihat membawa sebatang cokelat dan ice cream. Gadis itu menyambut dengan senyum paling ramah. Membuat dada Danish makin terasa sesak karena rasa bersalah. Selama 8 bulan ia berpacaran dengan kania, ia bahkan tidak pernah memberikannya cokelat atau pun ice cream. Dan ia baru menyadari kalau ia sangat menyayangi kania adalah saat hubungan itu benar-benar berakhir

***

“pagi sayang… happy Monday ya”
Sender : kania

          Itu adalah pesan wajib yang akan masuk ke ponsel Danish setiap pagi. Membuat dirinya selalu melengkungkan senyum.Ia 2 tahun lebih tua dari kania dan kini ia bekerja disebuah perusahaan property sebagai manager diperusaan itu. Ia dan kania bertemu di sebuah pameran. Perkenalan singkat itu terjalin hingga akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih. Danish merasa kania adalah gadis manis dan ceria. Ia tidak pernah menuntut banyak pada Danish, baik waktu ataupun sikap-sikap selayaknya sepasang kekasih. Tidak seperti wanita-wanita lain yang cenderung menuntut waktu yang tidak bisa Danish berikan.

          “maaf ya sayang, aku tidak bisa menjemputmu hari ini,ada meeting diluar dan belum                            juga selesai. Tidak masalahkan kan kalau kau pulang sendiri?”
Sender : Danish

          Pesan itu masuk kehandphone kania saat ia berada di kantin kampusnya. Sudah 30 menit ia menunggu Danish dan ternyata Danish lagi-lagi membatalkan janji secara mendadak. Ini bukan sekali ataupun dua kali. Sudah sering Danish membatalkan janji sepihak karena pekerjaannya.
Kania tersenyum kecut lalu membalas pesan singkat itu

“tidak apa-apa. Kamu hati-hati ya, jangan sampai telat makan”
Sender : kania

          Ada rasa kesal tetapi rasa sayangnya terhadap Danish mengalahkan semuanya. Ia merasa Danish adalah pria yang sempurna untuknya. Ia selalu merasa nyaman saat berada didekat Danish, kenyamanan yang tidak pernah ia dapatkan pada pria-pria lain. Walaupun Danish tidak pernah menunjukkan perhatian lebih layaknya seorang kekasih. tapi ia begitu mencintai Danish dan meski Danish adalah tipe pria yang cuek dan tidak peka. Ia tetap mencintai Danish dan menaruh harapan banyak untuk bisa selalu bersama-sama Danish.

***

          “bagaimana pekerjaanmu hari ini?” Tanya kania saat mereka makan disalah satu resto didaerah Jakarta. Ia merasakan rindu karena sudah seminggu tidak bertemu dengan pria ini. Danish menarik nafas dengan berat  “ya begitu, masih sibuk mengurusi anak perusahaan yang baru. Belum lagi masalah pengadaan bahan baku yang sedang sulit. Makannya banyak meeting akhir-akhir ini.“ katanya sambil menyuapkan steak ke mulutnya. Sedangkan kania mendengarkannya penuh minat. Memperhatikan gerak bibir pria itu tanpa ingin melewatkannya sedetik pun. Tampan dan aku sangat menyayanginya… katanya dalam hati.

***

          “apa kau sibuk malam ini? Aku ingin mengajakmu menonton film bersama teman-temanku”. Kania menanti-nanti jawaban dari seberang sana.  Walau ia tahu pacarnya tidak akan punya waktu karena ia terlalu sibuk. Tapi tidak ada salahnya mencoba, pekiknya dalam hati. “maaf ya kania, sepertinya aku harus  lembur lagi hari ini. ” Danish berkata dengan berat hati. Ia mendengar nada kecewa dari kania. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pekerjaan lebih penting baginya. “yasudah, tidak apa-apa. Jangan sampai telat makan ya. Love you”

***

          “dia sibuk lin.” Kata kania agak keras kepada linda. Ia hanya curhat masalah Danish yang tidak punya waktu untuknya, tapi ternyata itu mengundang kekesalan linda. Linda berfikir kalau Danish tidak menyayangi kania. Tapi kania membantah dengan segala alasan.
“kania.. kalau dia menyayangimu, dia pasti punya waktu untukmu sesibuk apapun dia” wajah linda menegang, mengetahui kebodohan kania. Kania terlalu polos, pikirnya dalam hati. Danish adalah pacar pertama kania, wajar kalau kania benar-benar mempertahankan Danish meskipun Danish sangat cuek kepadanya. Wajah kania mendadak pucat, ada garis kekecewaan diwajah manisnya. Ia meneguk minuman kaleng yang sedari tadi tergeletak dimeja samping ranjangnya. Membirkan air soda itu membanjiri tenggorokkannya.

          “oke.. kalaupun dia menyayangimu, tidak untuk menjadi pacarnya. Kau mengerti?? Hanya status. Dia hanya focus pada pekerjaannya. Tidak untuk pacaran. Dia belum siap berhubungan dengan kondisinya yang selalu mementingkan pekerjaannya. Tidakkah kau mengerti kania?”

          Kata-kata linda kali ini ampuh membuat kania tersadar lalu menatap linda tajam. Linda benar, ia butuh pria yang bisa memperhatikannya seperti teman-temannya yang lain. Yang bisa membalas semua perhatiannya, yang bisa memberikan waktu luang untuknya, yang bisa ia banggakan didepan teman-temannya. Tapi ia begitu menyayangi Danish…

          “acara pesta fabby minggu besok. Apa kau sudah mengajak Danish?” linda kembali membuka mulut melihat kania hanya terdiam. Kania hanya mengangkat bahu, ia ingin mengajak Danish menemaninya ke pesta itu. Tapi niat itu diurungkannya hingga hari ini karena ia tahu Danish mungkin akan menolak karena alasan pekerjaannya. Itu pasti. “dia pasti bisa meluangkan waktunya kali ini. kalau benar-benar menyayangimu” kata linda sambil mengulurkan ponsel kearah kania. Dengan ragu kania mengambil ponselnya dari tangan linda. Mencari kontak Danish dan masih dengan perasaan ragu menekan tombol call. Beberapa detik kemudian terdengar suara disebrang yang sudah sangat dikenal kania. “kenapa kania” suara disebrang terdengar terburu-buru. “minggu besok. Apa kau punya waktu?. aku ingin kau menemaniku ke pesta salah satu sahabatku”. Terdengar suara helaan nafas disebrang sana, pertanda buruk untuk kania. “aku tidak bisa janji kania, kamu mengerti kan?”. Dan itu adalah jawaban untuk TIDAK.  Saat libur Danish memang lebih memilih beristirahat diapartmentnya. Jiwanya yang workaholic memang menguras waktu dan tenaganya. Itu kanapa ia lebih memilih istirahat saat libur. Setelah menucapkan salam kania menutup telpon, dan linda sudah tahu jawabannya. “terbukti bukan?”

Dan hari itu tiba…
          Hari masih sangat pagi,  seperti biasa setiap hari sabtu kania selalu datang ke apartment Danish dengan sekantong plastic makanan untuk sarapan. Danish hanya tinggal sendiri diapartment ini. Kedua orang tuanya tinggal diluar kota. Beberapa detik berlalu tetapi belum ada tanda-tanda kehidupan didalam.

    Ia memencet bel berulang kali. Hingga akhirnya pintu itu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tegap dibalik pintu itu. Kania tersenyum melihat danish dengan kaos dan celana pendek dan muka yang masih kusut. “pagi sekali” katanya dengan suara serak sambil membuka pintunya setengah. Membiarkan kania masuk dan langsung menaruh kantong makananya diatas meja makan.  Sedangkan Danish masih terpaku dibelakang pintu, masih mencoba tersadar dari tidurnya yang dibangunkan tiba-tiba.  “mandilah.. aku membawakan makanan kesukaanmu” kata kania sambil berlalu kearah dapur. Dengan langkah gontai Danish masuk kekamar mandi.

          Suara handphone Danish yang berada di meja ruang tamu berbunyi. Membuat kania bergerak cepat menghampiri. Dilihatnya nama pria teman sekantor Danish. Kania tahu karena Danish pernah beberapa kali  bercerita tentang hubungan kerjanya dengan pria ini. Dengan gerakan cepat ia mematikan panggilan itu dan menonaktifkan ponsel Danish. Ini hari sabtu..Danish masih ada kemungkinan pergi kekantor setengah hari kalau ada urusan mendadak.Tapi kali ini kania tidak akan membiarkan Danish kemana-mana. Ia ingin seharian bersama Danish.

          “kau datang pagi sekali?” kata Danish saat sampai dimeja makan dan duduk di kursi dihadapan kania yang sudah terlebih dahulu berada disana. Kania hanya menjawab dengan senyuman. danish sudah terlihat segar dengan kaos dan celana santai. Harum sabun tercium dari tubuhnya. Tubuhnya yang tinggi dan tegap membuat kania merasa begitu kecil dihadapan Danish. Danish yang diperhatikan lebih tertarik pada makanan yang dibawa kania. Ada nasi dan ayam marego yang sudah tersaji diatas piring dengan cantik. Ayam marego adalah masakan asal perancis dengan bahan utama ayam dan jamur . juga chocolate mousse sebagai hidangan penutup. “kau yang membuatnya?” Tanya Danish yang menyadarkan kania dari lamunannya. “iya, makanlah”. Kania lalu menyendokkan nasi kepiring Danish lengkap dengan lauknya. Juga menuangkan segelas air ke gelas Danish. “kau tidak makan?” Danish bertanya pada kania karena melihat kania hanya memperhatikannya makan. Piringnyapun masih dibiarkan terbalik diatas meja. Kania menggeleng sambil tersenyum. “aku sudah makan dirumah” katanya singkat masih mengarahkan mata indahnya kearah pria dihadapannya. Melihatnya begitu menikmati makanannya.

***

          “apa kau tidak lelah kania?” kata Danish pada kania saat mereka menuruni satu wahana ditaman bermain yang mereka kunjungi. Hari ini untuk pertama kalinya kania memaksakan kehendaknya dengan mengajak Danish ke taman bermain terbesar dikota itu. Mengajak Danish menaiki semua wahana ditaman bermain itu. Meluapkan sebuah rasa yang tak pernah ia beritahu pada Danish. Menggenggam erat tangan Danish, seakan tak ingin melepaskan sedetikpun. Melengkungkan senyum setiap saat meski hatinya ingin menangis. Dengan patuh Danish mengikuti kania, mengikuti arah genggamannya pergi, dan terpaksa melakukan apa yang kania inginkan. Hanya hari ini Danish bisa melepaskan semua beban pekerjaannya. Ia tinggalkan kemeja dan jas resminya, berganti dengan kemeja dan celana santai. Berubah dari seorang workaholic  menjadi orang biasa saja. Dan kenapa Danish baru merasakannya hari ini. perasaan lega karena bisa melepas semua beban pekerjaannya. Ia sadar ia terlalu sibuk bekerja dan bekerja. Dan hari ini kania benar-benar merubah harinya.

***

         “apa kau senang hari ini?” kata kania sebelum ia turun dari mobil Danish. Mobil itu sudah berada didepan rumah kania. “hari yang melelahkan, tapi menyenangkan” ada sebuah senyuman dibibir Danish seraya mengucapkan terima kasih.  Sedangkan kania, terihat gugup.. tidak..tidak hanya gugup tapi lebih dari itu, jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Seakan mendorong dirinya untuk segera melepaskan perasaan ini. “aku ingin mengakhiri hubungan kita” kata-kata itu meluncur dari mulut kania, dan kania merasakan lega didadanya. Sedangkan Danish, hanya menatap tajam kania dengan rasa tak percaya.

          “kenapa??” Tanya Danish dengan suara serak, tanpa melepas pandangannya dari kania, sedangkan kania hanya menunduk, tak berani menatap Danish, ia takut hatinya lemah ketika harus kembali bertatapan dengan pria itu. “aku tidak mau membebanimu. kau sudah terlalu sibuk dengan pekerjaanmu. Dan aku sebenarnya tak ingin menuntut banyak. Tapi nyatanya aku butuh yang lebih dari itu. Perhatian, pengertian dan waktu mu untukku. “ mata kania berkaca-kaca tapi ia berusaha setegar mungkin. Ia harus melakukan ini. demi dirinya dan demi Danish. Danish memalingkan mukanya dari kania yang masih menunduk. Matanya menatap jalanan yang terlihat sepi. Ternyata kania sama saja dengan wanita lain yang suka menuntut. Ia pikir kania berbeda dengan wanita lain. “kalau itu keputusanmu. Aku tidak bisa melarang”. Kata-kata yang keluar dari mulut Danish membuat dada kania terasa sesak. Semudah itukah?? Apa benar Danish tidak menyayangi kania.? Kania menarik nafas panjang, mencoba menahan agar air matanya tidak keluar, bukan karena ia harus meninggalkan Danish. Tapi karena ia akhirnya sadar kalau Danish memang tidak pernah menyayanginya. “terima kasih untuk waktunya hari ini”. sedetik kemudian kania beranjak keluar dari mobil Danish. Berjalan pelan memasuki rumah dan berusaha tidak menoleh sedikitpun walau airmata sudah membanjiri wajahnya.  Semudah inikah????”

***

          Hari-hari setelah kepergian kania dari hidup Danish bener-benar terasa berbeda. Ia pikir ia bisa tanpa kania. Tapi ternyata tidak. Tidak ada lagi ucapan selamat pagi dari kania yang masuk ke ponselnya. Tidak ada lagi yang menelponnya saat jam makan siang untuk mengingatkannya agar tidak telat makan karena terlalu focus pada pekerjaannya. Tidak ada lagi yang berkata hati-hati kepadanya. Tidak ada lagi yang menanyakan “bagaimana pekerjaanmu hari ini?”. dan akirnya ia sadar, semua perhatian kania tidak pernah ia balas. Ia tidak pernah menyapa kania setiap pagi lewat pesan singkat seperti yang kania lakukan, ia tidak pernah mengingatkan kania untuk makan ataupun hal-hal kecil lainnya, ia tidak pernah berfikir kemana kania pergi hari ini dan apa yang ia lakukan.. yaa tuhah… Danish menghela nafas menyadari kebodohannya selama ini.

          4 hari setelah pernyataan putus yang kania lontarkan membuat Danish tidak bisa berfikir jernih. Bayang-bayang kania seperti sebuah slide yang terus berputar-putar dibenak Danish. Jam 2 siang, ia keluar dari kantor dan pergi kekampus kania. Memarkirkan mobilnya agak jauh dari gerbang kampus namun tetap bisa menatap jelas tiap orang yang masuk dan keluar dari gedung itu. Setengah jam kemudian kania keluar, Danish langsung menatap gadis itu baik-baik, ia berdiri didepan gerbang sebentar lalu sebuah mobil berwarna silver berhenti didepan, seorang pria keluar dan membukakan pintu mobil untuk kania. Siapa pria itu??? Pertanyaan itu langsung menyeruak diotak Danish. Pacar atau teman?? Ya tuhan, bahkan selama 8 bulan mereka pacaran Danish sama sekali tidak mengenal 1 pun teman kania. Tidak pernah mengantar ataupun menjemput kania dikampusnya. Selama ini kalau mereka ingin bertemu atau jalan mereka selalu bertemu ditempat yang mereka janjikan. Danish memijat-mijat kepalannya yang terasa sakit, tidak.. hatinya jauh lebih sakit. Bukan karena melihat kania dengan pria itu. Tapi menyadari kebodohannya karena menyianyiakan gadis sebaik kania. 8 bulan dan kania bisa bertahan untuknya. Tidak mnegeluh sedikitpun dengan sikap cueknya.

          Dan hari ini ia melihat kania bersenda gurau dengan pria itu ditaman. Melihat senyum dan tawa kania membuat dada Danish terasa hangat, tapi seharusnya Danish yang berada disana. Dia yang seharusnya memberikan cokelat ataupun bunga pada kania. Membuat kania tersenyum dan tertawa. Tapi ia sadar ia sudah kehilangan kesempatan itu.
Ia harus bertemu dangan kania. Ia harus meminta maaf  Atas semua sikapnya selama ini.

***

          Kania berdiri didepan pintu apartement Danish dengan ragu. Tadi malam danish menghubunginya dan meminta kania datang kesini. Awalnya kania ragu, tapi ia tidak bisa membohongi diri kalau ia benar-benar merindukan Danish. Lepas dari Danish tidak semudah perkiraannya. ia benar-benar harus berjuang keras sampai akhirnya rasa itu berkurang. Walau tak sepenuhnya hilang tapi setidaknya ia tak lagi harus tersiksa dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan dengan Danish. Dengan jari gemetar ia memencet bel sambil mengatur perasaannya yang terasa tak karuan.  Suara derak langkah  semakin dekat dan dalam hitungan detik pintu itu terbuka.  “hai kania, masuklah” suara Danish terdengar gugup, kania membalas dengan senyum gugup pula. Ia melangkah pelan dan duduk disofa ruang tamu. Membiarkan Danish mengikutinya dibelakang, dan melirik Danish yang pergi menuju dapur. Kania duduk terpaku disofa, ruangan ini masih sama seperti terakhir kali kania datang kesini. Masih rapi dengan wangi ruangan yang begitu khas. Disudut ruangan ada rak kaca tempat menyimpan barang-barang unik koleksi Danish.  Didinding-dindingnya terpajang beberapa foto dirinya dan keluarganya yang berbingkai rapi. Disudut yang berlawanan ada sebuah piano. Danish memang seorang yang ahli dalam bermain piano. Piano itu terkadang menjadi sumber dirinya melepaskan kepenatan. Hanya dengan bermain piano dan Danish akan merasa seluruh bebannya hilang.ruangan itu Terasa nyaman dengan nuansa putih dan lantai marmer berwarna peach. Danish datang dengan membawa coklat hangat, salah satu minuman kesukaan kania. kania tersenyum melihat Danish menaruh gelas berisi air berwarna coklat itu diatas meja. “minumlah.. udara diluar begitu dingin. Ini akan sedikit menghangatkanmu” suara Danish terdengar serak, namun tetap jelas. Kania kembali tersenyum dan menyesap hot coklatnya. Rasa hangat dari minuman itu langsung menyebar ditenggorokkannya. Membuatnya sedikit lebih tenang. Suasana begitu hening dan kaku, seperti sebuah senar yang tertarik kencang dan siap putus. Danish menelan ludah. Ini tidak semudah pikiran Danish, hanya meminta maaf Danish, ayo lakukan. Danish menggerutu dalam hati karena ternyata ini lebih sulit dari bayangannya. Ia menatap kania lalu beranjak dari sofa, menghampiri piano disudut ruangan dan duduk dikursinya. Kania hanya menatap Danish yang duduk didepan piano dengan memunggunginya.  Jemari lentik Danish mulai menyatu dengan tuts-tuts piano itu, menghasilkan nada yang begitu indah
Same day, but it feels just a little bit bigger now
Our song on the radio, but it don’t sound the same
When ours  friends talk about you
All it does is just tear me down
Cause my heart breaks a little when I hear your name
It all just sound like uh..uh..uh..
Hhhmmm too young, to dumb too realize
That I should have bought you flowers and held your hand
Should have given all my hours
When I had the chance
Take you too every paty
Cause all you wanted to do was dance
Now my baby is dancing,
But she’s dancing with another man
My pride, my ego, my needs and my selfish ways
Cause a good strong woman like you walk out my life
Now I’ll never, never get to clean out the mess I made
And it haunts me every time I close my eyes
Although it hurts
I’ll be the first to say that I was wrong
Oohh, I know I’m probably much too late
To try and apologize for my mistakes
But I just want you to know
I hope he bought your flowers
I hope he hold your hands
Give you all his hours when he has the chance
Take you to every party cause I remember how much you love to dance
Do all the things I should have done
When I was your man

          Mata kania berkaca-kaca. Saat Danish menyanyikan reff dari lagu Bruno mars itu, kania sudah tidak sanggup membendung air matanya. Tapi ia mencoba terlihat tegar dan setenang mungkin. Ia berdiri lalu tersenyum melihat Danish yang kini berbalik dan menatapnya dengan rasa bersalah. Bukan hanya bersalah tapi meyesal. Danish mendekat lalu memeluk kania. “maafkan aku kania. maaf atas semua sikapku selama ini. maaf aku yang selalu menyakitimu” suara Danish hilang, terasa tertelan ditenggorokan. “aku mohon kembalilah kepadaku. Bukan karena kau mencintaiku, tapi karena aku benar-benar mencintaimu. Aku berjanji akan berubah. Kumohon” suara itu terdengar lirih ditelinga kania. kania melepas pelukannya. Ia melihat mata Danish yang juga berkaca-kaca. Kania tersenyum sambil mengusap pipi danish lembut. Lalu menggeleng pelan, hati Danish terasa dihamtam begitu keras melihat kania menggeleng.  “kesempatanmu sudah 8 bulan dan kau menyianyiakannya. Tidak cukupkah??? Kau perlu belajar. Tapi tanpa aku.” Kania menatap mata Danish yang berkaca-kaca “I love you” kania mencium pipi Danish lalu beranjak menjauh dari Danish. Meninggalkan Danish yang masih berdiri mematung. Suara pintu tertutup akhirnya menyadarkan Danish kealam nyata. Ia menjatuhkan diri disofa. Memejamkan matanya dengan perasaan yang teraduk-aduk. Penyesalan kali ini benar-benar menyesakkan dadanya. Tapi kania benar. Kesempatannya sudah habis. Ia sudah diberi kesempatan selama 8 bulan dan ia menyianyiakannya. “terima kasih kania, terima kasih atas kesempatan yang telah kau berikan. Terima kasih atas semua kebaikanmu yang belum sempat ku balas. Aku janji aku akan membalas semua kebaikanmu suatu saat nanti”
My pride, my ego, my needs and my selfish ways
Cause a good strong woman like you walk out my life
Now I’ll never, never get to clean out the mess I made
And it haunts me every time I close my eyes
Although it hurts
I’ll be the first to say that I was wrong
Oohh, I know I’m probably much too late
To try and apologize for my mistakes
But I just want you to know
I hope he bought your flowers
I hope he hold your hands
Give you all his hours when he has the chance
Take you to every party cause I remember how much you love to dance
Do all the things I should have done
When I was your man