buku tamu

LETAKKAN KODE SHOUTBOX, FOLLOWBOX, DLL TERSERAH ANDA DISINI

Wednesday 9 December 2015

Aku si ODHA


Surat ini tidak aku tujukan untuk siapa-siapa, atau setidaknya aku tidak akan mengacungkan telunjukku didepan wajah kalian. Kalian tau bahwa aku terlalu malu, terlalu merasa hina. Aku hanya ingin berbagi sepenggal kisah hidupku yang sama sekali tidak akan pernah ingin dialami orang anak-anak muda lainnya.

            Sekilas, mungkin kalian tidak akan melihat perbedaan dengan diriku. Bagi kalian Aku mungkin hanya terlihat begitu kurus. Tapi yang lainnya, aku dan kalian tampak sama. Aku bisa berjalan sama seperti kalian, bahkan berlari. Aku bisa berbicara lantang, seperti kalian. Tapi ada sesuatu mematikan dalam tubuhku yang membedakanku dengan kalian. Yaahh.. kalian yang mengetahui apa itu akan langsung menjauhiku. Menganggapku begitu hina, menganggapku seperti sampah yang harus kalian buang.

            Kalian tau. Aku tidak pernah ingin mengalami ini semua. Penyesalah bertubi-tubi bahkan keinginan untuk mengakhiri hidup tidak hanya sekali-dua kali terlintas dalam pikiranku. Tapi saat keinginan itu begitu kuat, aku tidak pernah benar-benar menyerahkan nyawaku karena aku sadar diriku sepenuhnya milik tuhan. Hanya Dia lah yang berhak atas diriku. Aku menyadari bahwa mungkin aku terlambat mengenal yang namanya “TUHAN”. Aku menghabiskan waktu selama dua puluh satu tahun tanpa mengenal tuhan dan tiga tahun terakhir menjadikan obat-obatan terlarang sebagai tuhan.

            Semua berawal dari cinta. Yaahh.. cinta yang kata orang begitu indah, sama sekali tidak berlaku buatku. Tapi untuk yang bilang cinta itu buta, aku bisa pastikan seratus persen benar. Aku mengenal pria itu lewat salah satu temanku. Aku memang tidak bisa dibilang gadis baik-baik karena aku lebih menyukai hingar bingar dunia malam. Tapi saat itu aku masih bisa menjaga diri dan hanya berkutat dengan rokok dan minuman keras yang tidak seberapa.

            Tapi malam itu, yaah, aku tidak akan melupakan malam itu. Malam saat aku melihat seorang pria yang sibuk memainkan piringan hitam dan menghasilkan alunan musik yang memenuhi ruangan. Pria yang baru kali pertama aku lihat ada di bar itu.

            Namanya Argan, pria berkulit kuning langsat itu dalam seketika berhasil menarik perhatianku. Dan melalui seorang teman, aku berhasil selangkah lebih dekat dengannya. Dia pria yang sangat menarik juga begitu humoris. Tapi saat aku merasakan semakin mencintainya, aku baru mengetahui bahwa ia adalah seorang pemakai. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri ia sedang menyuntikkan cairah ke tubuhnya. Mungkin narkoba jenis morfin. Dan setelah itu entah untuk alasan cinta atau sekedar keingintahuan. Aku ikut terseret kedalamnya.

            Aku mulai mengenal yang namanya, ganja, morfin, opion, heroin, kokain dan yang lainnya. Argan juga mengenalkanku dengan seorang badar narkoba yang menjadi langganannya. Aku yang masih berstatus mahasiswi disalah satu universitas negeri terpaksa harus menguras keuangan orangtuaku yang memang tidak tinggal satu kota denganku.  Aku rela berbohong hanya untuk mendapatkan uang dan membeli barang haram itu. Barang yang membuatku kecanduan. Barang yang membuatku melupakan semuanya. Kuliah, orang tua, adik dan kakakku.

            tiga tahun aku masih bergelut dengan Argan dan dunianya. Alkohol, obat-obatan terlarang, Bandar narkoba. Tubuhku semakin hari terlihat semakin tidak terurus. Dan aku tidak pernah memperhatikannya.

            Dan akhirnya hari itu, sabtu pagi dipertengahan bulan juni. Aku menemukan Argan dalam kondisi tidak bernyawa karena overdosis. Aku melihat bagaimana tubuhnya yang kurus tergeletak dilantai dengan wajah pucat dan mulut berbusa. Mengerikan, tak berdaya, tak beryawa karena barang-barang itu.

            Aku hancur seketika. Bukan hanya karena kehilangan Argan, pria yang aku cintai. Tapi juga menyadari bahwa aku bisa bernasib sama seperti Argan.

            Belajar dari pengalaman Argan. Aku bertekad untuk kembali ke kampung halaman dan berusaha lepas dari obat-obatan. Aku memberanikan diri menghadap kedua orangtuaku dan rekasi mereka begitu terkejut melihat keadaan ku. Mereka bilang aku begitu kurus, pucat dan berantakan. Dan dengan keberanian penuh aku memberitahu mereka bahwa aku kini bergantung pada barang haram itu. Dalam hitungan detik ibuku menangis dan ayahku sempat menamparku beberapa kali sebelum akhirnya kakak laki-lakiku menghalangi.

            Keesokan harinya, setelah kedua orangtuaku kembali tenang. Mereka mengantarku memeriksakan diri ke dokter sebelum mengantarku ke pusat rehabilitasi. Dan saat itulah bencana itu muncul.  hasil tes darah menyatakan aku positif HIV AIDS. Aku merasakan langit seakan runtuh di depan mataku saat itu juga. Bagaimana mungkin? Penyakit mematikan itu kini bersarang ditubuhku yang lemah. Penyakit yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Kedua orangtuaku menangis begitu juga dengan kakak dan adikku. Dan saat itu yang terlintas dalam pikiranku hanyalah KEMATIAN. Bahwa aku si ODHA. Hanya perlu menunggu kematian menjemputku. Karena jarum suntik yang aku gunakan? Pasti. karena aku pastikan aku belum pernah berhubungan badan bahkan dengan Argan sekalipun. Aku hanya punya dua kata. AKU FRUSTASI
***
            Rumah bercat putih itu begitu asri. Pepohonan tumbuh subur memberi sumber kehidupan untuk semua penghuninya. Di panti rehabilitasi itulah akhirnya aku menghabiskan hari-hariku selanjutnya. Aku berkenalan dengan sama-sama mantan pemakai. Tapi hanya akulah satu-satunya pengidap HIV / AIDS. Dan hari itu juga aku merasakan yang namanya PENOLAKAN yang terasa begitu menyakitkan. Tidak ada orang yang bersedia dekat denganku bahkan disatukan satu kamar denganku. Mereka selalu memandangku seperti seonggok daging busuk yang memang harus mereka jauhkan. seperti virusku bisa menular hanya dengan kita bertatapan muka ataupun bersentuhan tangan.

            Aku menempati salah satu kamar seorang diri. Disaat kamar dihuni beberapa orang aku hanya menempati kamar itu seorang diri. Di Pusat rehabilitas itulah aku akhirnya menjalani hari-hari-ku kemudian. Siang-siang yang menyakitkan, malam-malam penuh penderitaan hanya untuk lepas dari jerat barang haram itu.

            Setiap hari aku harus meminum beberapa obat dan dokter tidak ada henti-hentinya menyuntikan cairan-cairan ke tubuhku. Terkadang pada tengah malam aku harus merasakan menggigil yang begitu hebat, pusing juga mual. Disana aku menjalani berbagai terapi. Dan yang paling penting. Aku harus mengkonumsi ARV setiap 12 jam sekali. Kata perawat obat itu bisa memperlambat virus mematikan itu. Yaahh.. hanya memperlambat, tidak untuk menghilangkan virus itu. tapi aku cukup optimis untuk tetap hidup. Bagaimanapun juga, aku masih ingin berkumpul bersama keluarga dan orang-orang yang aku cintai.

            Satu tahun kemudian aku keluar dari rehabilitasi itu. Menghirup udara yang begitu segar dibanding tempat rehabilitasi itu. Aku memang sudah tidak menjadi pecandu namun aku masih membawa penyakit mematikan itu di tubuhku, kemana-mana, tentu saja, penyakit itu menyatu dalam darahku.

            Dan seminggu kemudian aku kembali lagi ke panti rehabilitasi itu. Bukan, bukan karena aku kembali terjerat obat-obatan haram tapi karena aku memutuskan untuk menjadi bagian dari panti itu. Keluarga menerima kepulanganku, tentu saja. Tapi tidak dengan orang disekitarku. Kabar bahwa aku menderita HIV AIDS sudah menyebar luas dan tentu saja menyulitkanku untuk bersosialisasi.  Pikiran mereka masih terlalu sempit. Mereka tidak mengerti bagaimana virus-virus ini bias menular. Mereka tidak tau bahwa aku tidak akan menularkan virus ini jika hanya berjabat tangan dengan mereka. Iya, mereka tidak mengerti dan yang mereka lakukan hanya menjauhi ku. Mencari aman.

            Selain dipanti rehabilitasi itu. Aku aktif memberikan penyuluhan di beberapa tempat. Forum-forum kesehatan dan kampus-kampus. Menekan rasa malu memberitahu mereka bahwa aku menderita penyakit menjijikan itu. Tapi aku bersumpah bahwa aku tidak ingin ada lagi aku-aku yang lain. aku ingin memberitahu mereka bahwa pengaruh obat-obatan itu jauh lebih besar daripada yang bisa mereka bayangkan dan sebaiknya tidak mereka coba karena alasan apapun. Bahkan juga alasan klise karena keingintahuan atau penasaran. Masih begitu banyak hal yang harus mereka ketahui daripada penasaran akan bentuk ganja, rasa morfin, nikmatinya heroin dan barang-barang laknat yang lainnya.

            Jangan pernah mengorbankan masa muda kalian hanya untuk penasaran pada hal-hal tidak berguna yang bisa merusak kalian. Kalian terlalu berharga bagi orang tua, sahabat bahkan Negara jika rusak karena barang mematikan itu. Karena barang itu seperti memberikan lorong gelap. Kau akan melupakan segalannya. Yang kau inginkan hanya terus-menerus berlari untuk mencari jalan keluar tapi kalian sadar bahwa jalan itu buntu, bahkan setitik cahayapun tidak akan kalian temukan. Kalian ada kehilangan kesadaran dan yang paling terpenting, kalian tidak akan pernah bisa memutar waktu.