“woy, bengong aja lo. Kasian ayam tetangga pada mati”. Iras menepuk
pundak ryan keras karena melihat temannya duduk sendiri di balcon kamarnya.
“sialan lo, sakit tau” katanya sambil menoleh kebelakang. Dilihatnya iras sudah
tidur diranjangnya dengan sebuah majalan ditangan. “Yan, lo sama tiara jadian ya?”
iras melontarkan pertanyaan tapi matanya tertuju pada majalahnya. “kaga”
jawabnya singkat sambil menghampiri iras
dan duduk ditepi ranjang. “owh.. abis anak-anak pada heran liat lo mendadak jadi
rajin semenjak duduk sama tiara. Tapi lo suka sama dia?” tanyanya lagi. kali
ini iras memandang ryan yang memunggunginya dan melihat ryan mengangguk. Iras langsung
bangun dan duduk sejajar dengan ryan. “tembak donk bro.aahh jangan bilang lo ga
berani.” Katanya sambil menepuk bahu ryan. “sembarangan lo, gue udah ditolak malahan”
katanya sambil merebahkan tubuhnya diranjang. Iras yang mendengar bukannya bersimpati
malah tertawa geli.
“kok malah ketawa” ryan mengeryit mendapati iras yang kini balik
memunggunginya. “abisnya lucu, gue baru mau nyuruh lo nembak dia eehh ternyata lo malah udah ditolak. Btw, kapan nembakknya?”
“kemaren.” Jawabnya pelan.Iras berdiri dan mengulurkan sebelah
tanggannya, ryan menyambut tangannya dan dengan cepat menariknya. Membuat ryan dengan
cepat terangkat dan kembali mendudukan diri ditepi ranjang. “dengerin gue bro,
tiara itu beda dari cewe-cewe lain. Lo ga bisa seminggu ajak dia jalan trus nembak
dia.” Ryan menatap temanya.Benar kata iras, semuanya terlalu cepat buat
tiara.Ga salah kalau tiara menolaknya. “jadi butuh berapa lama?” tanyanya balik
“ga perlu berapa lama. Yang penting lo ngerasa yakin kalau
tiara punya perasaan yang sama kaya lo.” Ryan mengangkat kaki dan menyilangkannya,
menyatukan salah satu sikut dengan lututnya, membuat telapak tangan menopang dagunya.Membuatnya
terlihat seperti orang yang sedang berfikir keras.
“Ada apaan sih?”.Ryan masuk menerobos sekumpulan anak yang
berkumpul di mading.“LOMBA SAINS TINGKAT SMA” dahinya berkerut “hadiah beasiswa
S1 ke university of Melbourne. Uang jajan setiap bulan” ryan keluar dari kerumunan
karena merasa tidak berminat, lebih sadar diri tepatnya. Ia kembali melangkahkan
kaki menuju kelas.Mendapati tiara yang sedang duduk santai dan mata tertuju pada
buku yang ia pinjam dari perpus kemarin. “pagi tiara” sapanya lembut, tiara
menoleh dan menjawab dengan sebuah senyuman. “makasi ya tadi pagi udah di
telpon, kalo nggak gue pasti kesiangan” katanya lagi sambil melepas ransel dari
pundaknya. “sama-sama” tiara kembali menoleh. Dan tatapan mereka bertemu… suasana hening sejenak, tiara menelan ludah mencoba
menetralkan rasa yang akhir-akhir ini hinggap dihatinya. “makasih juga udah ingetin
kalau hari ini hari senin, jadi gue ga saltum lagi.” Ryan akhirnya memecah keheningan.“sama-sama”
kata tiara gugup.
Apa ia salah kalau ia menyatakan cintanya pada tiara. Ia merasa
tiara sangat baik padanya. Mengajarinya belajar, mengingatkan semua yang
mungkin ia lupakan, merubah ryan menjadi lebih baik Dan ia merasa tiara juga punya
perasaan yang sama padanya. Ryan melirik tiara yang masih sibuk dengan buku bacaannya.
Lalu melepas pandangannya. Makin intens ia menatap tiara makin ia menginginkannya.
“lo biasa
makan disini ra?” kata ryan saat mereka duduk disebuah tempat makan pinggir jalan
dekat taman. Tiara menggangguk. “mau makan apa?” Tanya tiara, ia melirik ryan
yang menampakkan wajah ragu. “apa aja” jawabnya singkat. “-apa aja- itu makanan
baru ya?” tiara tersenyum, begitupun ryan, teringat kejadian waktu itu. Dadanya
terasa sesak mengingatnya. Ryan melihat sekeliling. “ga pernah makan dipinggir jalanya?”
tiara membuat ryan menoleh dengan cepat. Ryan hanya mengangkat bahu. “nasi goreng
disini enak lho, ga kalah sama restoran di mall-mall.” Kata tiara sambil menyesap
es teh manisnya. Ryan emang ga biasa makan ditempat kaya gini.Hari ini ia mengantar
tiara membeli buku setelah pulang mengajar, tapi setelah itu tiara menolak diajak
makan di mall, ia malah mengajak ryan ketempat ini. Tempat ini cukup bersih, tidak seperti tempat
makan yang ada di pinggir-pinggir jalan pada umumnya, letaknya berada disamping taman, dan tempatnya tertutup. Hanya saja lebih sederhana
dibanding resto-resto dimall pada umumnya. Cuma tiara yang berani nolak diajak makan
dimall, Cuma tiara yang nolak dibeliin barang-barang bagus, dan Cuma tiara yang
akhirnya bikin hati ryan ga karuan.
“kali ini gantian gue yang traktir ya?” kara tiara sambil
mengeluarkan dompet dari tasnya setelah menghabiskan sepiring nasi goreng dan segelas
es teh manis. “ga usah ra, gue aja” kata ryan mencegah tiara mengeluarkan uang dari
dompetnya. “ga papa, gue udah keseringan di traktir lo”
“tapi gue ga biasa dibayarin cewe”. Katanya agak keras. Membuat
tiara menoleh dan menatapnya. “pokoknya gue yang traktir”. Katanya lalu pergi menghampiri
penjual dan mengeluarkan beberapa lembar uang lalu kembali ke mejanya.
“makasih ya traktirannya. Tapi lain kali gue ga mau kalo dibayarin
lo lagi.” Katanya sambil memberhentikan motor didepan rumah tiara. Tiara hanya tersenyum.
“makasih juga udah nemenin ketoko buku”. Ryan tersenyum “oia, lo mau ikut test
lomba sains itu. “. Tiara mengangguk “besok testnya”. “lo udah pasti lolos ra,
tenang aja” ryan berusaha meyakinkan. “lo kan keturunannya einstein” tambahnya.
Tiara hanya tersenyum lalu berlalu dari pandangan ryan.
Jam sudah menunjukkan
pukul 21.30, tapi tiara masih terlihat gelisah diranjangnya. Matanya sama sekali
tidak ingin terpejam. Padahal ia harus mengistirahatkan diri untuk test lomba sains
besok.
Ryan…. Ryan penyebabnya. Wajah ryan terus berkelebat dalam pikiran
tiara. Senyumnya, tawanya, kebersamaan mereka..aarrrgghh.. gue kenapa siih??? Ia
menghardik diri sendiri. Kenapa ada rasa menyesal saat menolak ryan waktu itu. apa gue suka sama ryan?? Gak..ga bisa.. gue ga
boleh pacaran, atau sekolah gue bakal berantakan.
“ra, sorry ya hari ini
gue ga bisa bareng sama lo,
Hari ini gue ga masuk.
Tolong izininin gue ya.Gue ga enak badan”
Sender :ryan
Pesan itu masuk kehandphone tiara. Ia mengerutkan dahi. Ryan
sakit????
“sakit apa yan? Iya gpp.”
Sender : tiara
Tiara memakai sepatunya lalu berpamitan dengan ibunya. Melangkahkan
kaki menyusuri komplek-komplek perumahan yang terhubung kesekolahnya. Saat sampai
digerbang hanphonenya kembali bergetar.
“Cuma demam ra,
tenang aja. Ga usah kuatir gitu donk..ckckckk.
Oia, good luck ya buat testnya ntar”
Sender :ryan
Tiara tersenyum. “lagi sakit masih aja bisa kepedean”
Ryan menunggu didepan laboraturium dengan wajah pucat pasi,
ia merasakan suhu tubuhnya kembali meninggi. Ia hari ini tidak masuk sekolah,
tapi sore hari ini ia datang kesekolah untuk melihat tiara. Ia masuk melalui pintu
belakang. Sekolah sudah sepi hanya beberapa orang yang masih mempunyai kegiatan
disekolah. Ia melongok dari jendela, melihat tiara dan beberapa anak serius mengerjakan
soal-soal dimeja mereka masing-masing.
Mata tiara membulat melihat ryan duduk dibangku depan laboraturium.
“ryan”. yang dipanggil langsung menoleh. Ryan berdiri didepan tiara dan mengulurkan
tangannya. “selamat ya, gue yakin lo bisa”. Tiara menjabat tangan ryan. “tangan
lo panas yan”. Ia menatap ryan cemas, lalu menaruh balik telapak tangannya didahi
ryan. “yan, lo panas banget. Pucat lagi”
“ga papa, paling demam biasa” jawabnya enteng sambil mencoba
tersenyum, walau ternyata terasa berat. “gak, lo harus kedokter ryan. Kita
kedokter ya”. Ryan menggenggam tangan tiara. “ga usah, paling demam biasa”.
“dia kena tipes, kenapa baru dibawa sekarang? Dia harus dirawat”
dokter keluar dari ruang pemeriksaan dan menemui tiara yang menunggu ryan diluar.
“saya akan pindahkan dia keruang perawatan”.
Tiara memandang cemas melihat ryan dipindahkan keruang perawatan oleh beberapa
suster. Ia mengeluarkan handphonenya, mencari kontak iras di phonebook lalu
menekan tombol call. Hanya iras yang bisa membantunya. Ia tidak mengenal
keluarga ryan sama sekali. “yaudah, lo tenang dulu ya. Bentar lagi gue otw”.
Tuut..tuutt… suara diujung sana terputus. Ia kembali menatap hadnphonenya lalu
menghubungi ibunya. Memberitahu kalau ia akan pulang agak malam.
Tiara duduk disebuah kursi tepat disamping ranjang ryan. Ia
menatap ryan yang sedang tertidur pulas. “kenapa sih lo keras kepala banget jadi
anak, lagi sakit bukannya istirahat dirumah malah kelayaban.” tiara berbicara
satu arah dengan ryan. Yang diajak mengobrol masih tertidur pulas akibat obat
yang diberikan dokter tadi. Kreekk…
suara derit pintu berbunyi, menampakkan iras yang berada dibaliknya. “sakit apa
ra?” kata iras yang langsung menghampiri tiara.
“tipes ras” katanya singkat. “kok bisa? Lo dari rumah ryan
tadi?” iras melihat ada kecemasan yang tersirat diwajah tiara. Tadi pagi ia melihat tiara begitu cemas
menghadapi test untuk olimpiade sainsnya, tapi kali ini ia melihat kecemasan
itu karena ryan. “tadi sore dya kesekolah”.
Iras mengerutkan dahi. Tadi pagi ryan ga masuk sekolah, tapi sorenya dia
pasti dateng buat nemenin tiara test. “yaudah, gue udah nelfon kakak sepupunya
tadi. Dya lagi otw katanya. Orang tuanya ryan lagi diluar kota”. Tiara tak
memperdulikan iras, tatapannya hanya tertuju pada ryan yang terbaring lemah
dengan wajah pucat pasi. “gue cariin lo makan dulu ya ra, lo pasti belom makan
kan?”. Tiara menatap iras dan akhirnya mengangguk. Iras melangkahkan kaki
menuju pintu keluar.
Tiara menggenggam sebelah tangan ryan. Suhu badanya sudah
tidak sepanas tadi. Ya tuhan.. mengapa ia begitu menhawatirkan anak ini. Suara
derit pintu kembali berbunyi, tapi bukan iras yang ada dibaliknya. Seorang
cewek cantik yang usianya kira-kira 2 tahun diatas tiara. Wanita dengan blus
biru muda dan rok selutut juga high heels itu menghampiri tiara sambil
tersenyum.Tiara buru-buru melepas genggamannya dari ryan.. “kamu pasti tiara”
katanya tanpa melepas senyumannya. Tiara spontan menggeser bangkunya dan
berdiri, ia ikut tersenyum sambil mengangguk. “saya lisa, kakak sepupunya ryan.” Ia mengulurkan
tangannya , membuat tiara dengan sigap menjabat tangannya. Tiara dan lisa duduk
disofa agak jauh dari tempat tidur ryan. “kamu lebih cantik dari bayangan
kakak.” Pipi tiara merona merah, lalu menatap lisa penuh kebingungan. “ryan
banyak cerita tentang kamu”. Lisa seakan tau apa yang ada dipikiran tiara.
“makasih yang udah bikin ryan berubah”. Katanya lagi, kali ini matanya menatap
ryan dari kejauhan. “itu karena ryan yang pengen berubah ka, bukan karena
tiara”. Tiara mengikuti arah pandang lisa yang tertuju pada ryan. “ryan itu
sayang banget sama kamu.” Kali ini kata-kata lisa ampuh membuat tiara berbalik,
menatap lisa yang matanya masih tertuju ke ranjang. “dya banyak cerita tentang
kamu sama kakak. Waktu itu kakak sempet beberapa kali nginep dirumah ryan. Udah
hampir tengah malem dya masih sibuk diruang tamu, belajar buat ulangan biologi
katanya. Pertama kakak ga percaya, tapi ternyata dia serius, disaat itulah dia
cerita tentang kamu. Dya ngerasa nyaman dideket kamu, dia ngerasa kamu beda
dari cewe-cewe lain. Saat itulah dia mutusin buat rajin belajar. Biar bisa
deket sama kamu. Mungkin kamu ga pernah tau. Dia sempet denger beberapa anak
ngomongin dya disekolah. Mereka mengira ryan deket sama kamu Cuma buat
manfaatin kepintaran kamu., dan kamu manfaatin ryan karena kekayaannya. Padahal
dya ga sejahat itu. Kamu tau kan.”. tiara menghela nafas panjang, ya tuhan.. ia
sama sekali ga pernah punya pikiran seperti itu tentang ryan. “mulai saat itu
dya belajar biar bisa setara sama kamu, biar dia bisa buktiin sama anak-anak
lain kalau dya ga seperti yang mereka pikirkan. Dan keesokan harinya. Dya
pulang dengan baju yang udah basah karena keringetan, dan mengeluh kalau
kakinya cape banget karena jalan kaki dari rumah ke sekolah, buat apa? Biar
bisa jalan bareng kamu. Setiap hari dia nunggu kamu di komplek deket rumah
kamu. Seolah-seolah kalian bertemu karena ketidak sengajaan.”. lisa
menghentikan kata-katanya, lalu menoleh kerah tiara. Melihat matanya yang
berkaca-kaca. “dua hari yang lalu sebenarnya dia udah ngeluh kalau ga enak
badan. Tapi dia tetep maksa masuk sekolah terus nganterin kamu ke toko buku.
Dia bener-bener ga pengen ngelewatin hari tanpa kamu. “ mata lisa kembali
melirik tiara sambil tersenyum, lalu menaruh telapak tangan di pundak tiara dan
mengelusnya lembut. Membuat tiara menoleh. Tatapan sendunya bertemu dengan
tatapan lisa yang juga berkaca-kaca. “ Kakak udah hubungin orangtua ryan,
kemungkinan tengah malem nanti mereka sampai dijakarta. “. Iras muncul dari
balik pintu dengan sekantong makanan ditangannya. “ka lisa” katanya sambil
menghampiri mereka berdua. Iras sudah duduk disamping tiara dan mengeluarkan 2
box makanan dari kantong plastiknya. Tapi tiara masih sibuk menenangkan
perasaanya yang terasa teraduk-aduk. Makanan yang terlihat enak itupun sama
sekali tidak menggugah selera makannya. ”makan dulu ra” kata iras ragu karena
melihat air muka tiara yang menampakkan kesedihat lebih dalam dari yang tadi.
“gue ga laper ras” katanya pelan. “kamu harus makan tiara. Kalau kamu ikutan
sakit gimana?. mending kalian berdua makan. Abis itu pulang terus istirahat. Besok
harus sekolah kan”
“assalamualaikum”. Tiara membuka pintu. Melihat lisa yang
masih berada dirumah sakit dan wanita muda yang kemungkinan adalah ibu
ryan. Hari masih sangat pagi, tapi tiara
memutuskan untuk datang kerumah sakit sebelum berangkat sekolah. Ia menjabat
tangan ibunya ryan yang tersenyum ramah kepadanya. “tiara”. Katanya pelan. Lalu
melirik kearah ryan yang masih tertidur pulas diranjangnya. “ryan baik-baik aja
kok. Kamu tenang aja” ka lisa mencoba meyakinkan tiara sambil berjalan keluar
ruangan. Meninggalkan tiara dengan ibu selvi yang membuat tiara gugup karena
tidak tau harus berbuat apa. Bu selvi akhirnya mempersilahkan tiara duduk.
“makasih ya tiara, tante ga tau harus bilang apa lagi sama kamu.” Bu selvi
tersenyum, tiara juga walau sebenarnya ia sama sekali tak mengerti apa yang
dimaksud sebenarnya. “lisa udah cerita banyak tentang kamu”. Dan saat itulah bu
selvi mengakui kesalahan karena jarang memperhatikan ryan. Ia hanya
memperhatikan ryan dari segi financial. Tiara melihat raut wajah penyesalan
dalam diri bu selvi. Wajar kalau ryan tumbuh menjadi anak yang susah diatur.
Tapi ia tahu kalau sebenarnya bu selvi sangat menyanyangi ryan. “tiara.” Suara
itu terdengar pelan namun ampuh membuat kedua wanita itu menoleh kearah
datangnya suara. “ryan” spontan tiara beranjak dari sofa dan menghampiri ryan.
Ia kemarin meninggalkan ryan dalam keadaan tertidur pulas, dan pagi ini ia
begitu merindukan anak ini. “kamu udah kenalan sama mama.” Katanya pelan,
suaranya seperti tertelan ditenggorokan. Tiara hanya mengangguk sambil
tersennyum, bu selvi sudah ada disamping tiara dan menatap ryan penuh
kelembutan. Ia melihat ketenangan
diwajah ryan. Membuatnya hanya diam dan menatapnya. “aku berangkat dulu ya.
Kamu cepet sembuh, bentar lagi kita kan ujian.” Tiara tersenyum lalu
menggenggam tangan ryan sebentar.
***
3 hari sudah berlalu, setiap pagi dan sore setelah mengajar
tiara selalu mampir kerumah sakit. Menyadari bahwa ia benar-benar peduli pada
ryan, bukan hanya peduli, ia mencintai ryan. Dan itu tidak dapat Ia pungkiri
lagi. Hari ini ryan sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, tiara menyusuri
lorong-lorong rumah sakit. dan mendapati keluarga ryan termasuk ka lisa
berkumpul di ruang perawatan ryan. Ryan sudah terduduk diranjang saat tiara
masuk. Ia langsung tersenyum melihat tiara datang. “ibu titip salam buat
lo” kata tiara sambil menatap ryan yang
sudah kelihatan sehat. Wajahnya sudah tidak pucat seperti beberapa waktu lalu
dan Suaranya sudah terdengar lantang.
Ryan benar-benar anak orang kaya. Tiara membatin saat mereka
sampai disebuah rumah mewah bercat putih. Tiara berjalan beriringan dengan ryan
dan keluarga mamasuki rumah itu. Ruang tamu di design dengan gaya modern dengan
kesan sangat mewah. Tiara dan ryan duduk disofa sedangkan yang lain masuk ke
kamar masing-masing. Mungkin ingin sedikit beristirahat karena beberapa hari ini
tidurnya berkurang karena menjaga ryan dirumah sakit. Seorang wanita paruh baya
menghampiri mereka dan menaruh segelas es jeruk untuk tiara. Tiara tersenyum
smbil megucapkan terima kasih. “diminum
ra” ryan mempersilahkan tiara menyesap minumannya. Tiara mengangguk sambil
menegak setengah dari isi gelasnya. “oia, ini catatan selama lo ga masuk.”
Tiara mengelurakan beberapa buku bersampul coklat dan memberikannya kepada ryan
yang duduk manis disampingnya. Ryan mengeryit “gue kan baru sembuh ra, lo mau
bikin gue mabok apa” katanya sambil tersenyum, tiara ikut tersenyum saat
mengetahui ryan bercanda. Ryan adalah warna dihidup tiara. Dahulu hidupnya
hanya seputar sekolah dan bekerja, kini ryan merubah segalanya. Membuat hidup
tiara lebih berwarna. Dan tiara kini menjadi sumber inspirasi ryan. sumber
semangat ryan buat jadi orang yang lebih baik.
“gimana ujiannya?” tiara melihat ryan dengan tampang
kusutnya langsung duduk disamping tiara yang sedang asik menyeruput soft drinknya
dikantin. Ryan menghela nafas. “susah ra” katanya singkat lalu memejamkan mata,
mencoba sedikit menenangkan otaknya yang serasa terbakar. Hari ini adalah hari
terakhir dilaksanakannya ujian nasional tingkat SMA.
“tiara….selamat ya, lo lolos jadi peserta olimpiade sains”
Diana berlari dari kejauhan menghampiri tiara. Suara kencangnya ampuh membuat
seisi kantin menoleh kearah datangnya suara. “selamat ya tiara.” Diana menjabat
tangan tiara dan memeluknya erat, diikuti ryan yang tak mau kalah. Sedangkan
tiara masih menenangkan hatinya yang terasa tak karuan, matanya terlihat
berkaca-kaca. “pengumumannya udah
dipajang dimading barusan. Lombanya abis kita ujian sekolah” lanjut Diana
setelah mereka duduk melingkar dibangku kantin.
Hari-hari berikutnya dilalui tiara dengan kerja keras. Ia meminimalisir
jadwal mengajarnya dari 5x seminggu menjadi 3x seminggu. Ia menfokuskan diri
dengan ujian sekolah beberapa hari lagi dan olimpiade sainsnya. Kesempatan
beasiswa ini sangat menyulut semangatnya. Inilah impiannya selama ini. Dan
sudah ada didepan mata.
“selamat ya ra” Kata-kata meluncur disepanjang jalan dari
lorong-lorong sekolah. Kemenangan tiara dalam olimpiade sains kamarin langsung
menyebar ke segala penjuru sekolah. Bahkan fotonya dan atrikel tentang olimpiade
kemarin dipajang dimading sekolah.
“jadi donk lo ra, kuliah di australy” Suara lirih itu keluar
dari mulut ryan yang sedang duduk ditaman berdua dengan tiara dengan sebuah ice
cream ditangan masing-masing. Tiara tersentak, seperti tersadar dari sesuatu. Tiara
menelan ludah lalu menatap ryan dengan wajah datar. Suasana hening sejenak
sampai akhirnya suara ringtone dari handphone tiara memecah keheningan. Tiara
mengalihkan pandangan menuju hanphonenya. Ia mengangkat alis karena malihat
nomor baru memanggil di layar handphonenya. Ia lalau menekan tombol answer
“iya, bener.. apaaa?? Terus sekarang dimana?” airmata mengalir dari mata indahnya,
sedangkan ryan mulai panic melihat tiara menangis. “kenapa ra?” Tanya ryan
dengan wajah kebingungan. “ibu yan, ibu jadi korban tabrak lari. Sekarang kita
harus kerumah sakit”.
Ryan mengemudikan motornya dengan cepat walau tetap
hati-hati. Tiara yang duduk dibelakang masih menangis sejadi-jadinya. Sampai
dirumah sakit tiara berlari menuju resepsionis dan bertanya keberadaan ibunya,
setelah itu ia menggandeng tangan ryan setengah berlari. Sampai diruangan yang
dituju, ia melihat dari kaca ibunya terbaring dengan beberapa selang menempel
ditubuhnya juga dokter dan beberapa
perawat. Salah seorang perawat yang mengetahui kehadiran tiara langsung keluar
mencoba mencegah tiara masuk. “saya anak dari pasien didalam suster, gimana
keadaan ibu saya?” kata tiara masih dengan air mata yang terus menetes dari
matanya. Ryan menggenggam tangan tiara erat.
“keadaannya kritis, dokter sedang mengusahakan yang tebaik
untuk ibu anda. Lebih baik anda tenang dan tidak menganggu konsentrasi
dokter.”. suster itu pergi, meninggalkan tiara dan ryan dilorong rumah sakit.
Ryan menuntun tiara agar duduk dikursi. “tenang ra, ibu lo pasti baik-baik aja”
tangan ryan mengelus pundak tiara lembut. Tanpa sadar tiara menyandarkan
kepalanya dibahu ryan. masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Otaknya
sibuk menerka-nerka apa yang sekiranya terjadi dengan ibunya. Ia hanya punya
ibunya didunia ini. Tidak ada sanak saudara ataupun yang lain, hanya ibunya.
15 menit kemudian dokter keluar dari ruangan membuat tiara
dan ryan terlonjak dari kursinya. “gimana keadaan ibu saya dok?” kata tiara
cemas. “ibu anda kritis, kecelakaan itu membuat rangka otak ibu anda pecah, ia
kehilangan banyak darah dan sekarang dia koma.”. kata-kata dokter membuat tiara
bagai disambar petir, air mata yang tadi sudah mengering kini mengalir kembali.
“sebaiknya anda terus berdoa, karena saya sudah berusaha semampu saya. Dan
untuk tindakan perawatan selanjutnya anda bisa mengurusnya ke bagian administrasi.”.
tiara mengangkat dagu dan menatap dokter itu. “tapi saya boleh melihat ibu saya
sekarang kan dok?”. Suaranya lirih tertelan dengan tangisannya. Dokter itu
mengangguk. “lo masuk aja ra, biar gue yang urus perawatannya. “ . ryan melepas
genggamannya dari tangan lembut tiara. Tiara tak memikirkan apa lagi, Ia hanya
ingin melihat ibunya.
Suasana diruangan itu begitu sepi, hanya bunyi yang berasal
dari mesin-mesin penunjang kehidupan yang ada disana. Tiara kembali histeris
melihat ibunya terbaring tak berdaya dengan balutan perban dikepala dan
tangannya. Ia menggenggam tangan ibunya lalu menciumnya. “ibu harus bagun bu,
tiara ga bisa kalau ga ada ibu”. Menit demi menit berlalu, tiara masih terduduk
disamping ranjang ibunya. Masih tidak percaya dengan yang terjadi. Saat itulah
sebuah tangan menepuk pundaknya lembut. Ryan memberikan sebotol minuman kepada
tiara. “makasih” katanya pelan.
Sudah 2 hari tiara dirumah sakit, ryan dengan setia menemani
tiara. Hari ini ruangan perawatan tak hanya ada tiara dan ryan. ibu ryan, ayah
ryan, ka lisa ada disana. Mencoba ikut merasakan kesedihan tiara yang
sebenarnya jauh dari yang mereka bayangkan. “sabar ya tiara. Tante terus berdoa
untuk ibu kamu” bu selvi tersenyum mencoba menghibur tiara. “makasih tante.”
Sore harinya beberapa teman sekolahnya juga datang untuk
menjenguk ibu tiara. Tapi nyatanya itu semua tak cukup mengurangi kesedihan
tiara. Ia hanya ingin ibunya tak ingin yang lain.
“Sorry ya yan, gue jadi ngerepotin lo banget.” tiara
terduduk disofa. Masih menatap ibunya yang sampai detik ini belum sadarkan
diri. Tadi pagi ia pergi ke bagian kasir untuk menyelesaikan administrasi. Tapi
ternyata semua biaya perawatan sudah diselesaikan oleh keluarga ryan. entah apa
lagi yang harus tiara perbuat untuk membalas semua kebaikan keluarga
ryan. jam menunjukkan pukul 11.00 WIB
dan saat itu pula handphone keduanya berdering. Mereka mengambil handphone
mereka yang teregletak diatas meja lalu membuka pesan masuk. Pesan dari Diana
memberitahu kalau tiara lulus dengan nilai terbaik, dan ryan juga lulus
dengan nilai yang tidak mengecewakan. Tiara dan ryan bertatapan dan saling
berpelukan. Ungkapan kebahagian yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
“selamat ya ra” suara itu menggelitik telingan tiara. “lo juga yan”. Tiara
melepas pelukannya dengan cepat saat mendengar suara mesin kehidupan itu
berbunyi dan menunjukkan tanda-tanda buruk. “ibu…..” tiara langsung menghampiri
ibunya yang masih dalam keadaan tenang. “yan, panggil dokter yan”
Tiara masih terisak dimakam ibunya, beberapa temannya yang
ikut melayat sudah berangsur-angsur pergi, menyisakan tiara dan ryan yang masih
terpaku dipemakaman. “bu, kenapa ibu tinggalin tiara? Tiara ga bisa kalau ga
ada ibu. Cuma ibu yang tiara punya, sekarang tiara sebatang kara” kata-kata
lirih itu keluar dari bibir mungil tiara. Ryan hanya menatap tiara, ia sangat
mengerti kesedihan tiara.
“kita pulang ya ra. Bentar lagi ujan kayanya”. Ryan mencoba
membuat tiara mengalihkan sedikit pandangannya. “gue mau disini aja yan”.
Katanya tanpa menoleh dari makam ibunya. “ra, lo harus istirahat. Lo lupa sama
beasiswa lo ke australy?” kali ini kata-kata ryan ampuh membuat tiara menoleh. Yaa tuhan, ia bahkan lupa dengan
cita-citanya. Tapi semua itu kini tak ada artinya lagi. Ia hanya ingin ibunya.
“ra, biarpun ibu lo udah ga ada, lo harus tetep bikin dia bangga?” ryan seakan
mengerti dengan apa yang dipikirkan tiara.
Dan sekarang disinilah tiara. Disebuah rumah besar yang sama
sekali tidak pernah terfikirkan untuk tinggal disini. 2 minggu setelah
kepergian ibunya, bu selvi. Ibunya ryan memaksa tiara untuk tinggal dirumahnya.
Awalnya tiara menolak, ia sudah terlalu banyak berhutang budi pada keluarga
ryan. tapi bu selvi dan ka lisa memaksa. Hari ini tiara sudah menyelesaikan
urusannya disekolah, ia sudah mengambil semua surat-surat berharga sehubungan
dengan kelulusannya. Dan 3 hari lagi ia dan beberapa orang juara dalam
olimpiade sains kemarin akan berangkat keaustraly, panitia sudah mengurus semuanya.
Ia hanya tinggal mengemas barang-barangnya dan berkumpul besok dibandara. Kali
ini tiara bangkit, ia berusah tegar dengan semua cobaan yang diberikan tuhan.
Ia harus melanjutkan hidupnya, mengejar mimpi-mimpinya dan membuat ibunya
bangga dialam sana.
Diwaktu yang sama tapi ditempat yang berbeda, ryan merenung
diatas ranjangnya. Apa ia bisa melepas tiara? Apa ia bisa hidup tanpa tiara?
Tiara sangat berpengaruh dalam hidupnya. Dan Ia benar-benar sadar kalau ia
sangat mencintai tiara. Bagaimana kalau
tiara jauh dari hidupnya?.
“belum tidur?” ryan memenukan tiara yang duduk sendiri
ditaman belakang rumahnya. Beberapa helai rambutnya berterbangan tertiup angin
malam. Tiara menoleh kearah datangnya suara mendapati ryan berdiri tak jauh
dari tempatnya duduk. “ga dingin? Udah malem lho” ryan duduk disamping tiara
yang menatapnya tanpa ekspresi. Tiara hanya tersenyum sambil menggeleng. “besok
lo jadi berangkat?” ryan memecah keheningan sekali lagi. Membuat tiara menjawab
dengan sebuah anggukan. “tapi lo bakal balik kan ra? Gue… gue sayang banget
sama lo” kali ini kata-kata ryan terdengar serius. Tiara kembali menoleh. “gue
Cuma punya lo yan sekarang, gue janji gue bakal balik buat lo. Lo mau nunggu
gue kan?” kata-kata meluncur dari bibirnya dengan mata berkaca-kaca. Ryan
tersenyum sambil menggenggam tangan tiara erat. “gue janji gue bakal nungguin
lo”. Ryan tersenyum , lalu mencium kening tiara dan memelukanya erat.
Itu adalah kata-kata terakhir yang terucap. Dan menjadi
sebuah janji yang tidak tau dapat ditepati atau tidak.
bersambung