buku tamu

LETAKKAN KODE SHOUTBOX, FOLLOWBOX, DLL TERSERAH ANDA DISINI

Thursday 19 February 2015

Surat untuk Kau yang Pernah Kupanggil SAHABAT







        
           Sebelumnya, aku tidak pernah berfikir untuk menulis surat ini. aku bukan seorang penulis yang pandai merangkai kata. Menyulap sebuah makian menjadi kata yang begitu indah. Tapi aku sadar bahwa mungkin dengan menulis surat ini. akan sedikit mengurangi rasa sakit hatiku. Mungkin kalau kau membaca surat ini. kau akan berfikir bahwa aku pengecut. Aku pria yang terlihat baik-baik saja tapi menyimpan jutaan rasa sakit yang bahkan tidak akan pernah bisa kau bayangkan. 

         Tapi harusnya kau sadar bahwa aku hanya manusia biasa. Mudah merasa sakit saat tergores luka. Mudah terbakar saat kau sulut api. Bahkan bisa menangis saat merasakan pedih. Aku nyatanya sudah kehabisan kata untuk memakimu. Aku sudah terlalu lelah untuk menonjok ataupun menamparmu. Aku sudah ingin menutup lembaran demi lembaran yang kau torehkan dalam hidupku, juga mantanku yang tak lain adalah pacarmu. Tapi kenapa terasa begitu sulit.
              
          Aku hanya ingin mengenang sedikit tentang kita. Tentang persahabatan kita yang tidak pernah kubayangkan akan berakhir seperti ini. kau ingat saat kita pertama kali bertemu di bangku sekolah menengah. Kita sama-sama dihukum karena telat. Dan sejak itu kau dan aku bagai saudara yang begitu sulit terpisahkan. Walaupun berada di kelas yang berbeda, saat lepas dari jam pelajaran bisa dipastikan dimana ada aku situ kau selalu beriringan dengaku. Kita bagai dua sejoli yang tidak terpisahkan. Kita tidak pernah peduli saat banyak orang bilang bahwa kita “homo”. Kita selalu menutup telinga saat orang bilang bahwa kita aneh dengan segala tingkah laku kita.
              
            Orangpun banyak berpikir bagaimana mungkin kita bisa sebegitu dekat padahal kepribadian kita begitu berbeda. Aku adalah laki-laki pendiam dan cenderung kaku sedangkan kau adalah laki-laki urakan yang begitu cerewet dan tidak bisa diam. Tapi aku sadar mungkin perbedaan itulah yang membuat kita bisa saling melengkapi. Kau bisa membuatku menjadi sosok yang tak kalah cerewet denganmu yang akhirnya membuatmu diam tanpa suara. 

        Kau ingat saat pertama kali kau jatuh cinta? Saat kita kelas 2 SMA. Yaah.. tuhan begitu baik membiarkan kita masuk ke sekolah menengah atas yang sama.  Kau jatuh cinta pada Mila, anak baru yang menurutmu begitu lucu. Gadis berkuncir kuda dengan kacamata yang selalu membingkai mata indahnya. Iya, kau yang nyatanya begitu pandai bergaul pun Nampak mati kutu saat bertemu dengannya. Kau hanya berani sesekali meliriknya di kantin dan melempar senyum kecut saat berpapasan dengannya. 

         Hingga akhirnya kau mengandalkanku yang kebetulan satu eskul dengannya. Aku yang notabenya kurang pandai bergaulpun harus mulai memberanikan diri untuk membantumu. Mulai dari mengobrol dengannya sampai akhirnya mengenalkan kalian. Meminta berbagai macam media sosialnya hanya agar kau bisa mengetahui lebih dalam tentangnya. Tentang perasaannya setiap hari, makanan kesukaannya, film favoritnya hingga foto-foto di akun media sosialnya.

           Hey sahabat… kau ingat saat kau menelponku jam 2 pagi hanya karena kau tidak bisa tidur karena habis bertelpon ria dengannya. Kau ingat saat pagi buta di hari minggu kau sudah menggugah tidur nyenyakku hanya untuk membantumu memilih pakaian yang cocok untuk jalan dengannya. Kalau kau lupa dengan yang itu, kau harus ingat yang ini. ingat saat hujan deras dan kau meminta tolong untuk membelikan sekotak cokelat untuk Mila yang saat itu ngambek karena kau telat menjemputnya. Iya.. saat itu hujan deras dan demi kau, sahabatku, aku rela melaju dengan sepeda motorku menuju kafé tempat kalian berada. Sebagian tubuhku basah karena jas hujanku nyaris tidak berfungsi dibawah hujan yang begitu derasnya. Dengan keadaan setengah kuyub kau menemuiku hanya untuk mengambil cokelat itu dariku dan memberikannya pada pacarmu.

            Aku bukannya ingin mengungkit apa yang sudah aku lakukan padamu. Pada kenyataannya kau juga begitu baik padaku. Ingat saat aku kesulitan mengerjakan tugas melukis dari guru kesenianku. Kaulah yang malam itu begadang mencoret-coretkan cat air di kanvas. Kau masih terjaga bahkan saat aku sudah terlelap tidur. Ingat saat aku terlibat pertengkaran dengan anak sekolah lain yang kalah saat bermain basket denganku. Kaulah orang pertama yang maju. Tidak peduli bahwa mereka beramai-ramai dan kita hanya berdua. Kau yang punya keahlian bela diripun tidak luput dari luka memar akibat tertonjok. 

            Hingga kita lulus dan masuk di kampus yang sama. Semuanya masih begitu indah. Kita mulai berbagi semua-muanya. Kita berbagi kamar, berbagi lemari, berbagi makan bahkan berbagi pakaian. yaah.. kita memang akhirnya memilih menjadi lebih mandiri dengan kost digang dekat kampus. Kau mungkin tidak akan melupakan bagaimana kita berjuang mati-matian menghemat uang jajan agar bisa sampai akhir bulan. Membatasi setiap pengeluaran agar tidak perlu meminta uang saku kepada orang tua di pertengahan bulan. Kau ingat saat kita makan sepiring berdua?? Lucu kala mengingat bagaimana kita dulu begitu solid. Aku bahkan rela memberikan uang simpananku untuk membantumu membayar uang semester kala orangtuanmu telat mengirimimu uang. Sekali lagi, aku bukannya ingin mengungkit kebaikanku padamu. Hanya ingin kita sama mengingat bagaimana kita, yang dulu begitu dekat bisa menjadi seperti dua orang yang tak saling kenal. Kita dulu yang selalu beriringan bisa menjadi bersebrangan. Sulit dipercaya kalau hidup bisa berbalik secepat itu. 

         Kau ingat saat kau meluapkan emosi padaku saat putus dengan Mila. Hubungan kalian yang sudah bertahun-tahun harus kandas begitu saja. Sahabat, apakah kau tau bahwa aku juga merasakan sakit. Bahwa aku bisa merasakan kesedihanmu, bahwa aku rela kau jadikan pelampiasan kekesalanmu. Aku tetap terduduk diatas ranjangku kala kau bercerita dengan dada naik turun dan emosi yang terus membuncah. Lalu kau marah saat aku dengan santainya bilang “sudah, masih banyak wanita diluar sana yang lebih baik dari dia.” Kau tersulut amarah dan bilang bahwa aku tidak tau apa-apa soal cinta dan wanita. Aku yang memang belum pernah berpacaran kembali menjadi sasaran kekesalanmu. Aku sadar mungkin kata-katamu benar. Aku memang tidak mengerti apa-apa soal cinta dan pada akhirnya kau keluar dari kamar dengan membanting pintu keras-keras. Aku yang semalaman tidak bisa tidur karena menanti kau belum pulang terus menerus mencoba menguhubungimu dengan ponselku dan mendapati nomor telponmu tidak aktif. 

         Kau tau bahwa tidak sampai disitu sahabat. Tengah malam aku sibuk berkeliling mengunjungi tempat-tempat nongkrong kita dan berharap menemukanmu disalah satu tempat, tapi hasilnya nihil. Badanku menggigil menahan dinginnya angin malam karena tidak membawa jaket saking terburu-burunya. Lalu jam 3 pagi aku kembali kerumah dan mendapatimu tergeletak didepan rumah dalam keadaan mabuk berat. Aroma alkohol menguar dari mulutmu dan membuatku ingin muntah, tapi ternyata setelah aku membawamu masuk justru kau yang muntah. 

         Paginya aku bolos kuliah hanya untuk merawatmu yang belum sepenuhnya sadar. Padahal  aku ada kuis di dua mata kuliah hari itu. kau terbangun dengan rasa pusing yang sangat pada kepalamu. Itulah yang kau bilang saat itu. aku mengambilkanmu air hangat tapi tidak berani berkomentar apapun. Aku takut kau kembali tersulut amarah dan aku tidak mau kau kehilangan kendali seperti semalam. Tapi sudah kuduga bahwa kau orang yang begitu baik. Kau meminta maaf padaku atas kejadian semalam dan saat itulah aku melihat pancaran kehidupan baru dalam bola matamu. 

         Gairah hidupmu kembali lagi. Kau kembali menjadi orang yang kukenal dulu. dan pada akhirnya kaulah yang menjadi saksi pertama kali aku jatuh cinta. Yaahh.. aku yang kau bilang masih polos kini jatuh cinta. Aku menyukai seorang wanita. Wanita berambut panjang anak fakultas ekonomi. Aku yang cenderung pemalu kau godok habis-habisan untuk bisa lebih percaya diri. Kau mengajarkanku cara berkenal dengan seorang wanita. Aku bingung, dulu aku bisa dekat dengan Mila untuk mengenalkanmu padanya. Tapi kali ini kenapa terasa begitu sulit. Mungkin ini juga yang kau rasakan dulu. nyatanya kau yang jelas-jelas pandai bergaulpun tidak mudah mendekatkan diri pada wanita pujaanmu. 

         Kau membenahiku dari segala sudut. Kau mengajariku cara berbicara agar tidak cenderung kaku. Memperbaiki penampilanku yang terkesan jadul dan akhirnya kau juga yang menjadi mak comblang buatku. Fania, yaa Fania namanya, kau mendekati Fania hingga akhirnya mengenalkanku padanya. kau tidak tau bagaimana aku berterima kasih padamu sahabat. Kau membuat semuanya terlihat mudah kala gayung bersambut. Aku mulai sering menghabiskan waktuku dengan Fania, kau tidak marah karena sadar kau juga dulu menghabiskan banyak waktu bersama Mila dan aku tidak masalah. Kita sama-sama mengerti bagaimana rasanya jatuh cinta. Kita tidak pernah berhenti saling support.

 Tapi kini kau punya sahabat baru, Fania tak ubahnya sahabat bagimu. Kita sering pergi bertiga. Menghabiskan malam minggu bertiga. Mengerjakan hal-hal konyol bertiga. Aku tidak merasa cemburu karena berfikir bahwa itu adalah hal yang wajar. Justru aku senang karena kau menerima Fania dengan baik. Sehingga aku tidak terlalu merasa mengabaikanmu. Bahwa kita masih tetap bersama saat aku mempunyai kekasih. 

Aku tidak pernah tau kalau itu adalah awal bencana untuk persahabatan kita. Iyaa… persahabatan kita yang akhirnya menjadi taruhannya. Malam itu, malam saat aku bertengkar hebat dengan Fania dan Fania memutuskan hubungan. Kau lah yang pertama mengulurkan tangan kepadaku. Kau merentangkan lenganmu dan memelukku. Mengucapkan beribu kata bahwa banyak wanita diluar sana yang jauh lebih baik dari Fania dan aku bisa mendapatkan wanita manapun yang aku mau. Saat itu aku memang tidak menangis atau meluapkan emosi sepertimu. Tapi kau tau bahwa aku merasakan sakit yang teramat dalam. 

 Kau akhirnya menuntunku kembali. Kau membakar kembali semangatku yang beberapa hari pupus. Aku tidak menyangka bahwa efek putus cinta bisa sebegitu dahsyatnya. Aku jadi berfikir bahwa dulu kau menghabiskan malam dengan mabuk-mabukan mungkin wajar karena pada akhirnya kau lebih cepat pulih dibanding aku yang hanya bisa diam dan tidak berani mengekspresikan luka itu.

 Tapi, saat luka itu perlahan terobati. Kenapa kau yang membantuku menutup luka itu justru merobek paksa luka itu bahkan semakin dalam? Aku tidak akan pernah melupakan malam itu. malam dimana kau berdandan begitu rapi. Kau yang biasanya cuek mendadak menjadi begitu rapi dan wangi pada saat itu. aku yang melihatmu bahkan sempat menggoda mu dan mengira mungkin kau sedang jatuh cinta lagi. Tapi kau tidak bersikap seperti biasa. Kau terkesan menyembunyikan sesuatu. Kau menjawab pertanyaanku hanya dengan sepotong senyum kecut yang sulit aku artikan. Kau keluar dari kamar dengan setangkai mawar yang kau sembunyikan di laci meja belajarmu. Lalu pergi begitu saat tanpa pamit. 

Aku yang entah kenapa mempunyai firasat tidak enak langsung membuntutimu dari belakang. dan saat itulah aku merasakan langit seakan runtuh didepan mataku. Kakiku terasa tidak memijak tanah kala dari kaca sebuah kafe aku melihatmu tersenyum pada Fania, mencium keningnya dan memberikan mawar itu padanya. berulang kali aku mengucek mataku dan berfikir bahwa aku salah liat, tapi sosok Fania terasa semakin nyata. Yaa.. itu Fania, aku tidak mungkin tidak mengenalinya walau kami sudah tidak bersama. 

Aku langsung berfikir apa kau pikirkan saat itu sobat? Apa kau terpikir akan aku saat kau tersenyum dan mencium kening wanita itu?  heeyy.. wanita itu mantan kekasihku dan kau sahabat terbaikku. Bagaimana mungkin kau melakukan itu padaku? Dadaku terus berdentum-dentum keras kala melihat kau asik bercanda dengannya. Apa kau alasan wanita itu memutuskan hubungan denganku. Oohh aku harap tidak. Sungguh aku tidak bisa menerima kenyataan itu. 

Malam itu kau pulang dengan senyum sumringah. Aku berusaha bertanya dan luka itu terasa menggores lebih dalam kala kau sekali lagi hanya menjawab dengan senyum tanpa dosa itu. berhari-hari aku menyembunyikan luka itu dan berusaha bersikap sebiasa mungkin denganmu tapi ternyata kau yang lebih banyak berubah. Kau lebih sering membatalkan janji nongkrong denganku. Kau sering menghilang tanpa jejak. Bahkan kau jadi lebih sulit dihubungi. Apa karena Fania? 

Aku tidak tau apa yang lebih menyakitkan dari ini. dari kenyataan bahwa sahabat terbaikku sekarang menjadi pacar dari mantanku. Dan mungkin dia adalah alasan kenapa Fania memutuskanku. Hari itu. aku memberanikan diri bertemu dengan Fania. Aku terpaksa menunggu wanita itu didepan kelasnya Karena ia sama sekali menolak bertemu denganku. 

Kau tau sobat apa yang aku rasakan saat itu? saat aku mendengar dari telingaku sendiri bahwa mantan pacarku, mencintaimu. Mencintai sahabatku dan yang lebih parah, kau tega menjadikannya pacar saat dia menjadi milikku. Kau tau apa yang lebih sakit dari itu? kau adalah alasannya sobat. Kau adalah alasan kenapa ia memutuskan hubungannya denganku. Dia akhirnya memilihmu atau mungkin kau yang menyuruhnya memilih?

Aku yakin kau tidak tau bagaimana sakitnya karena itu tidak akan ada dalam pikiranmu. Yaa.. jangankan kau, akupun tidak pernah berfikir bahwa kejadian ini akan aku alami. Luka yang kau buat, yang bahkan belum sempat terobati kini malah kau siram dengan air garam. Seandainya ada kata diatas kata “SAKIT HATI” mungkin itu yang pantas aku sandang. Bagaimana mungkin kau tega melakukan itu padaku kawan? Apakah persahabatan kita tidak ada harganya buatmu? Adakah sedikit terlintas wajahku saat kau berdua dengannya. Adakah kau teringat bagaimana aku bilang bahwa aku sangat menyayanginya? Tidakkah kau berfikir bagaimana perasaanku saat mengetahui ini semua?

Dan kini setelah malam itu aku mengepaki barang-barangku sehabis membongkar hubunganmu dengan mantanku. Aku masih saja sering teringat denganmu. Aku tau bahwa maaf yang kau ucapkan malam itu belum bisa aku jawab bahkan sampai detik ini. bukannya aku tidak pemaaf. Aku hanya butuh waktu untuk melupakan semuanya. Melupakan tiap inci goresan luka yang kalian buat. Mungkin kau akan bilang aku berlebihan, bahwasanya hal seperti ini sering juga terjadi pada yang lain. Tapi nyatanya kau mungkin tidak akan pernah terfikir bagaimana kalau kau ada di posisiku. 

Aku tidak berharap kau membaca surat ini. aku hanya ingin kau tau bahwa aku masih sering merindukanmu sobat. Merindukan persahabatan kita. Apakah kau juga sama? Atau mungkin kau sudah sibuk dengan yang lainnya. Nanti, disaat rasa sakit hati itu memudar, kala goresan luka itu menghilang, kala aku bisa mengingatmu tanpa merasakan sakit. Saat itulah aku akan menemuimu. Aku akan berdiri didepan rumahmu, rumah kita dulu, aku akan berdiri disana, merentangkan lenganku lebar-lebar dan berkata “kau tetap sahabat terbaikku.”

Tuesday 17 February 2015

Surat untukmu yang Beribadah Ditempat yang Berbeda


                Heei kamu, iya kamu.. apa kabarmu hari ini? Aku harap kau selalu dalam keadaan baik-baik saja. hari ini aku terbangun bersama derasnya air hujan diluar. Dan entah mengapa aku teringat denganmu.

               Mungkin saat ini kau sedang beribadah di gereja. Memanjatkan berbagai doa. Mungkin termasuk mendoakan hubungan kita. Hubungan yang mungkin buat orang lain terasa “TERLARANG”

Yaahh… aku tidak tau dari sekian banyak pria muslim di dunia ini. Kenapa tuhan justru menambatkan hatiku padamu.  Kau mencuri semua perhatianku. Bahkan saat aku memiliki seseorang. Aku tau ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Dan kini hatiku menjadi tumbalnya. Aku menyukaimu saat aku terlibat hubungan pacaran dengan seseorang.  Dan bodohnya, melihat gayung bersambut darimu aku malah semakin berani menunjukkan perasaanku. Kita menjalani hubungan yang tak biasa. aku jujur mengenai statusku dan kau merasa tidak ada masalah. Sepertinya aku layak disebut PESELINGKUH yang hebat. Bisa menutupi semuanya dengan begitu rapi dan bersih. tapi nada-nada sumbang sering terdengar kala teman-temanku mengetahui hubungan terlarangku. Tapi aku bertahan karena merasa aku benar. Mereka berbicara seperti itu karena mereka tidak merasakan apa yang aku rasakan.

Jujur.. kau berbeda dengan pacarku. Kau terlihat lebih pendiam dan begitu tampak apa adanya. Dari awal, aku tau bahwa kau adalah sosok yang selama ini aku cari-cari. Kau begitu hangat dan penyayang. Itulah yang membuat aku mengambil keputusan berani untuk putus dengan pacarku dan lebih memilihmu. Aku pikir semuanya akan menjadi lebih baik. Tapi nyatanya tidak. nada-nada sumbang yang lain bertiup lebih kencang dan terasa menggoyahkan.

“untuk apa kau menjalin hubungan dengan laki-laki beda agama, membuang-buang waktu saja”

“apa tidak ada laki-laki lain? Hubungan beda agama? Mau kau bawa kemana nanti akhirnya?”

Itu mungkin yang  sering terdengar dan tak pelak lama-lama membuatku muak. Aku terkadang ingin berteriak didepan wajah mereka. “aku mencintainya, aku tidak peduli agamanya dan biarkan kami menjalani hubungan ini sewajarnya.” Tapi akhirnya aku sadar bahwa kata-kata itu hanya pantas diucapkan oleh anak-anak belia yang baru mengenal cinta. Bukan aku yang sudah cukup dewasa untuk memilih laki-laki pendamping hidup.

                Kata-kata itu terdengar naïf dan sekarang aku menyadarinya. Kau tau sayang bagaimana aku mencoba menutup telinga serapat mungkin. Kau tau bagaimana namamu tidak pernah luput dari doa-ku setiap aku menengadahkan tangan diatas sajadah. Semoga tuhan memberikan rencana indah dibalik semua ini. Semoga kelak tuhan dengan caranya menyatukan kita dibawah atap yang sama.

                Aku tau aku dan kamu begitu sulit menjadi “kita”. Kita sama-sama memperjuangkan sesuatu yang tidak mudah.  Aku berjuang dengan agamaku dan kau berjuang atas nama agamamu. Lalu bagaimana mungkin aku dan kamu menjadi “KITA”?

                Tapi tenang saja sayang. Aku tidak akan pernah bosan berdiri disampingmu, berjalan beriringan denganmu dan tersenyum untukmu. Tapi kenapa semakin hari kau terlihat semakin pesimis.  Mana suara lantang yang sering kau ucapkan padaku bahwa kita bisa melawan dunia dengan segala perbedaan yang kita punya. Kenapa kau seakan diam saat aku menggandeng tanganmu untuk maju. Kenapa kau sekarang bersembunyi dibalik perbedaan kita.

                Aku tau ini tidak mudah. Akupun tidak tau akan mendapat restu orang tua atau tidak. Tapi apakah tidak terlalu cepat kalau kita menyerah sekarang? Kita bahkan belum mencapai setengah jalan? Apa hanya sampai disini keberanianmu memperjuangkanku?

                Sayang… ingatkah saat kita membangun impian bersama. Memimpikan berada di satu atap yang sama. Makan dimeja yang sama. Mengasuh anak-anak kita yang lucu hingga akhirnya menjadi tua bersama. Aahhh itu semua fase yang terlihat begitu mudah. Tapi kenapa terasa begitu sulit bagi kita. Apakah perbedaan itu begitu sulit di enyahkan.

                Aku teringat kata-kata seseorang “kadang tuhan menguji manusia dengan cinta beda agama, hanya untuk memastikan apakah manusia lebih mencintai pencipta atau ciptaanya” mungkin kata-kata itu yang membuat kita semakin bersebrangan. Tapi apakah kita tidak bisa berjalan beriringan. Apakah tembok besar diantara kita tidak bisa dihancurkan? Bukankah tuhan menciptakan cinta untuk menyatukan yang berbeda?

Kini aku hanya bisa tersenyum kala melihat fotomu yang masih terbingkai rapi di atas meja kamarku. Aku tau kau tidak sepenuhnya mundur. Ikatan cinta kita masih begitu terasa bahkan sampai detik ini. Kita hanya sedang berjuang masing-masing. Kau dengan kesibukanmu dan aku  dengan kesibukanku. Aku juga percaya bahwa namaku tak lupa kau selipkan dalam setiap doamu.
               


                 

Monday 16 February 2015

Surat untuk kau yang entah harus kuanggap apa



Aku merindukan perkenalan kita yang sederhana. Dimulai dari senyum yang terurai satu sama lain. Baralih dengan saling sapa, hingga bertukar nomor handphone. Kau satu-satunya pria dikelas yang berhasil menarik perhatianku. senyum dengan lesung pipi itu selalu mempesonaku. Aku bahkan lebih sering memperhatikanmu daripada dosen yang sedang mengajar dikelas.

                Aku senang melihat kau yang mudah bergaul. Itu mempermudah hubungan kita. Aku tidak akan pernah melupakan hari dimana kita pertama kali jalan bersama. Kau mengajakku ke tempat tidak biasa. Kau mengajakku ke toko buku. Kau bukan pria kutu buku dengan kacamata tebal, tapi kau menyukai  aktivitas itu. Disaat aku beradu dengan rak-rak berisi novel-novel remaja, kau lebih memilih berdiri didepan rak-rak buku biography orang-orang terkenal. Kau tidak menganggap buku-buku tebal itu membosankan. Berbeda denganku.

                Setalah itu, ingatkah saat kita menghabiskan hari di taman kota. Duduk dibawah pohon rindang dengan buku ditangan kita masing-masing. Mungkin orang-orang akan melihat ini sebagai sesuatu yang membosankan. Tapi bagiku tidak. kau selalu meluangkan beberapa menit untuk berbicara denganku. Menutup bukumu sebentar untuk menatapku atau sekedar meminum minuman kalengmu.

                Keesokan harinya. Aku terkejut saat kau tiba-tiba ada didepan pagar rumahku. Tersenyum diatas motor biru-putih andalanmu. Dengan kemeja kotak-kotak merah hitam dan celana jeans juga sepatu kets yang terlihat baru dicuci. Aku senang saat kau mengucapkan “selamat pagi”. Jadi hari itu, kita berangkat bersama ke kampus. Beberapa teman sekelas yang melihat langsung berseru menggoda kita. Membuat pipiku panas karena mungkin langsung merona merah. Tapi kau tidak berkata apa-apa. Kau hanya tersenyum lalu berjalan beriringan denganku.

                Entah sudah berapa lama kedekatan kita berlangsung. Kau bahkan tidak sungkan saat menunjukkan diri didepan pintu rumahku. Bertemu kedua orangtuaku untuk meminta izin karena ingin mengajakku pergi. Aku terasa menjajaki dunia yang berbeda denganmu. Kau bukan pria yang hobi menghabiskan waktu dengan nongkrong di café-café mahal ataupun diskotik-diskotik tengah malam. Seperti yang kubilang, kau bukan kutu buku tapi kau menyukai kesunyian. Kau lebih suka menghabiskan waktu ditempat dimana kau bisa mendapatkan ketenangan, tempat yang membuatmu bisa menghabiskan berlembar-lembar buku bacaanmu. Dan entah sejak kapan aku mulai terbiasa dengan itu.

                Dalam ketidak jelasan hubungan kita. Aku selalu berharap banyak. Perasaan itu semakin lama semakin membumbung tinggi tanpa bisa ditahan. Apakah kau juga merasakan hal sama? Apakah kau merasakan kenyamanan yang sama yang aku rasakan saat bersamamu? Apakah semua perhatianmu boleh kuartikan lebih? Apakah aku boleh berharap menjadi yang lebih dari sekedar teman buatmu?

                Aku tau aku tak lebih dari seorang gadis biasa. Gadis yang tidak mungkin mengungkapkan perasaannya pada seorang pria walaupun rasa itu tidak bisa dianggap remeh. Rasa itu besar, ketertarikan yang tidak pernah aku pikir akan  terus membesar dan semakin besar.

                Pesan darimulah yang pertama kali ku buka setiap pagi dan yang paling akhir kubaca setiap malam. Kau seakan menjadi sosok yang selalu aku pikirkan saat aku membuka mata dan terakhir aku pikirkan saat aku hendak menutup mata. Apakah kau pikir aku berlebihan? Apakah kau melakukan hal yang sama denganku?

                Taukah kau bahwa aku sering tersenyum saat membaca pesan darimu? Pesan darimu seperti magnet yang mudah mendekatkanku dengan kebahagiaan. Apakah itu juga berlaku buatmu? Aku tau kau mungkin butuh waktu untuk meyakinkan diri bahwa aku adalah sosok yang tepat untuk menjadi kekasihmu. Bahwa aku benar-benar jatuh hati padamu. Bahwa mungkin kau tidak akan mendapati sayang yang lebih dari gadis lain selain diriku. Tenanglah. aku akan selalu bersabar. Walau entah sampai kapan.

Terkadang aku ingin sekali bertanya. Sebenarnya siapa aku di matamu? Apakah aku ini sekedar teman? tapi kita terlalu banyak berbagi berbagai hal. Apa aku hanya sahabat mu? tapi mengapa terkadang kau memperlakukanku layaknya seorang kekasih? Atau mungkin kita memang sepasang kekasih. Dan kau berpikir kita sudah terlalu dewasa untuk urusan tembak-menembak seperti yang lainnya?